BIPOL.CO, JAKARTA – Pemerintah resmi merevisi Permendag 50 Tahun 2020 menjadi Permendag 31 Tahun 2023. Salah satu poinnya adalah melarang media sosial melayani transaksi dan pembayaran di platformnya seperti e-commerce.
Dalam aturan baru, social commerce diartikan sebagai penyelenggara media sosial yang menyediakan fitur, menu, dan atau fasilitas tertentu untuk pedagang bisa memasang penawaran barang dan atau jasa. Artinya platform tersebut hanya bisa mempromosikan barang dan jasa tanpa dapat melakukan transaksi.
Hal tersebut juga diperkuat dalam pasal 21 ayat (3), yang menyebutkan social commerce dilarang melakukan transaksi di dalam platform.
Platform yang masih melakukan aktivitas transaksi akan ditutup. Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana nasib pedagang yang ada di dalam platform social commerce tersebut.
Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan mengungkapkan para pedagang bisa berpindah ke platform e-commerce lain. Platform social commerce, seperti Tiktok, juga masih bisa digunakan para pedagang asalkan tidak untuk bertransaksi.
“Ya itu mereka tinggal pindah saja, online ada, e-commerce ada, kenapa susah,” ujar Zulhas saat konferensi pers, dilansir dari CNBC Indonesia Rabu (27/9/2023).
Ditemui usai konferensi pers, Wakil Ketua Umum Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) Budi Primawan menjelaskan aturan tersebut sama seperti pedagang offline. Sama seperti Zulhas, dia mengatakan mereka bisa berpindah ke tempat lain saat tempat jualannya tutup.
“Sebenarnya kalau ini sama secara offline ada mall atau pasar yang tutup. Si penjual harus pindah. Kalau misalnya harus ditutup mereka bisa marketplace banyak sifatnya marketplace,” jelasnya.
Budi menambahkan para pedagang bisa memanfaatkan media sosial sebagai tempat menawarkan barang dan jasa yang mereka jual. Bagi masyarakat yang tertarik bisa memanfaatkan fitur seperti DM atau komentar untuk melanjutkan ke tahapan transaksi.
Menurutnya, hal tersebut masih menjadi peluang bagi para pedagang. Namun memang tetap tidak bisa langsung melakukan transaksi dalam aplikasi seperti platform e-commerce.
Masyarakat juga bisa lebih cepat berpindah marketplace jika tidak menemukan barang. Para pedagang tinggal melihat peluang yang tersedia seperti apa.
“Masih ada opportunity dari teman-teman pengusaha,” kata Budi.(*)