MEKKAH, bipol.co – Sejumlah calon haji (calhaj) Indonesia memilih untuk menunaikan haji tarwiyah meskipun tidak dianjurkan oleh Pemerintah Indonesia untuk dilaksanakan.
Seorang calhaj asal Embarkasi Batam (BTH 22) Fadli (43) di Kota Mekkah, Rabu, mengatakan ia untuk kedua kalinya menunaikan ibadah haji dan pada haji kedua memilih untuk menunaikan haji tarwiyah yakni dengan mengunjungi Mina terlebih dahulu sebelum wukuf di Arafah.
“Kita pingin jalankan sunnah sesuai Rasullulullah. Karena Rasulullah mulai tanggal 8 (Dzulhijah),” kata Fadli.
Dari kloternya, kata dia, ada enam orang yang turut serta menunaikan haji tarwiyah bersama dengan kloter lainnya.
Fadli yang merupakan haji mandiri (tidak tergabung dalam Kelompok Bimbingan Ibadah Haji) menyadari bahwa haji tarwiyah tidak difasilitasi pemerintah.
“Kita daftar mulai perkloter, nanti gabung dari kloter-kloter lain, nanti ada yang daftarin ke sektor, ada KBIH yang ngurusin. Jadi dari kloter, kemudian sektor, terus ke Kadaker. Harus tanda tangan semua. Total ada 130 orang. Ini yang dekat-dekat di sektor sini-sini aja,” katanya.
Ia mengaku sejak dari tempat asalnya sudah berencana melaksanakan haji tarwiyah dan menyatakan siap menanggung segala risiko yang mungkin dihadapi.
“Kita memahami pemerintah enggak memfasilitasi tarwiyah wajar, karena ada yang pakai kursi roda, jalan saja sulit, kalau ditambahin satu lagi di Mina repot juga,” katanya.
Fadli menambahkan beberapa rekannya yang juga ikut haji tarwiyah berusia antara 30-50 tahun dengan kemampuan fisik yang masih sangat baik.
Menurut Fadli, jamaah sudah memahami ada imbauan khusus untuk tidak mengikuti haji tarwiyah karena tidak ada fasilitas transportasi yang disediakan.
“Transportasi kita siapkan sendiri, keluar biaya sendiri dan risiko tanggung sendiri. Insya Allah siap. Kumpul ke maktab masing-masing, satu hari saja sebenarnya di Mina. Tanggal 8 ke mina, 9 ke Arafah, yang regulerkan langsung ke Arafah, 9 kita ke Arafah kumpul sama teman-teman, naik bus itu nganter dari Mina ke Arafah, dari Arafah mulai ikut rombongan lagi,” katanya.
Alasan Fadli yang lain untuk mengikuti haji tarwiyah karena ia ingin tahu perbedaannya dengan haji reguler. “Saya pingin tahu bedanya dengan reguler seperti apa, karena dulu saya enggak ikut tarwiyah,” katanya.
Rekannya sekloter Azwar (45) juga memilih haji tarwiyah padahal ini merupakan pengalaman pertamanya berhaji. “Kita yang masih kuat-kuat nih, sayang sudah lama menunggu,” katanya.
Meski amalan haji tarwiyah didasari hadist, Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi tidak menganjurkannya kepada jamaah.
Amalan tarwiyah sulit dilakukan jamaah Indonesia karena faktor jumlah jamaahnya yang sangat banyak. Meski begitu Pemerintah tidak melarang tarwiyah tapi sekaligus tidak memfasilitasi jamaah, baik untuk transportasi maupun konsumsi.
Tarwiyah merupakan amalan sunah dalam berhaji yang dilakukan pada 8 Dzulhijah. Dinamakan hari tarwiyah (perbekalan) karena jamaah calon haji pada zaman Rasulullah SAW mulai mengisi perbekalan air di Mina pada hari itu untuk perjalanan wukuf di Arafah.
Otoritas haji Arab Saudi melalui peraturan hajinya tidak memasukkan tarwiyah dalam rangkaian ibadah haji.
Pemerintah Indonesia juga menyesuaikan hal tersebut karena pelaksanaan tarwiyah hampir sulit difasilitasi mengingat jumlah jamaah haji dari Indonesia yang sangat banyak dan harus dimobilisasi dalam waktu yang teramat singkat maka nyaris sulit untuk dilakukan.
Tarwiyah adalah menginap di Mina pada 8 Dzulhijjah, sebelum wukuf di Padang Arafah. Di tempat itu jamaah menunaikan shalat Dhuhur, Ashar, Maghrib, Isya, dan Subuh. Mereka tidak meninggalkan Mina sebelum terbit matahari di hari Arafah. (ant)**
Editor: Ude D Gunadi