“Kami meyakini ada sebuah pertimbangan, kalkulasi yang tidak main-main dalam menempatkan posisi di tubuh Polri serta menunjukkan bahwa yang bersangkutan memiliki kemampuan dalam melaksanakan tugas,” ujar Ketua Himpunan Mahasiswa Muslim Jabodetabek-Banten Akhmad Hidayat, di Bogor, Jawa Barat, Rabu 924/12).
Hidayat yang akrab disapa Daday itu mengaku tidak sepakat dengan pernyataan IPW bahwa penunjukan Irjen Nana Sujana saat itu merupakan Kapolda Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi Kapolda Metro Jaya oleh Kapolri Jenderal Idham Aziz sebagai upaya Presiden Jokowi menonjolkan “Geng Solo” dalam jabatan strategis Polri.
“Sangat naif sebuah jabatan yang strategis dipertaruhkan dengan cara-cara yang tidak melihat track record di lapangan, itu tidak mungkin,” kata mantan Presiden Mahasiswa Universitas Ibnu Khaldun (UIKA) Bogor itu pula.
“Jikalau Istana memprioritaskan Geng Solo dalam struktur pemerintahan, seharusnya FX Hadi Rudyatmo, Wakil Wali Kota Solo saat Jokowi menjabat Wali Kota Solo sudah menjadi menteri, ini faktanya FX Rudyatmo tidak menjadi menteri, artinya Pak Jokowi tidak berpikir ke arah situ,” ujarnya lagi.
Menurutnya, sebagai anak bangsa, mahasiswa akan berprasangka baik mengenai penunjukan Nana sebagai Kapolda Metro Jaya, yaitu mengutamakan integritas dibandingkan latar belakang jabatan yang pernah ditempati Nana.
“Mestinya yang perlu kita kritisi adalah bukan darimana ia pernah menjabat, tetapi bagaimana pejabat Polri tersebut bisa mengimplementasikan nilai-nilai Rastra Sewakotama dan berkolaborasi dengan masyarakat,” katanya pula. (ant)