SEMARANG, bipol.co – Komisi Fatwa MUI Jawa Tengah, Dr. KH. Fadlolan Musyaffa’, Lc. MA., menyatakan ada kelompok ekstrem yang memiliki pesantren. Tetapi di pesantrennya mereka tidak mengajarkan tradisi demokrasi. Para kaum ekstrem ini terlalu fanatik dengan doktrin khilafah.
Pernyataan Fadlolan itu disampaikan pada diskusi publik bertema “Pentingnya Menjaga Tradisi Santri dalam Menjaga Toleransi, Memerangi Ekstremisme dengan Cerdas dan Berwawasan Kebangsaan, untuk Pilkada Damai” bertempat di Pesantren Fadhlul Fadhlan Mijen, Kecamatan Mijen, Kota Semarang, Rabu (29/1/2020).
“Mereka kelompok ekstrem itu gemar men-justice pihak lain sebagai ahli sesat, kafir, dan bid’ah. Sedangkan terhadap pemimpin negara, mereka menyebutnya sebagai thogut,” kata Fadlolan yang sehari-hari aktif sebagai pengsuh Pesantren Fadhlul Fadhlan Mijen.
Grup ekstrem itu, ujar dia, menganut ideologi Al wala’ wal baro’ dengan komitmen siapa yang ikut pihaknya akan aman. Jika tidak ikut, maka mereka akan menjadi musuh kelompok tersebut.
“Kalaupun punya pesantren, mereka tidak belajar demokrasi. Padahal seharusnya pesantren mencetak generasi yang dapat menghargai perbedaan,” tambahnya.
Pada diskusi itu, hadir sekitar 150 peserta. Hadirin juga menyimak pemaparan dari narasumber lainnya, yakni Pengasuh Pesantren Mathaliul Falah Kajen, KH. Mohammad Ghufron Wahid, dan Ketua Bawaslu Kota Semarang, Muhammad Amin, S.AP, M.H.
Dalam ceramahnya, Ghufron Wahid menyoroti peran masyarakat muslim dalam menjaga ukhuwah. Semua orang, kata dia, ingin menjadi muslim yang benar, namun cara yang ditempuh kadang-kadang berbeda.
“Cara-cara tersebut nantinya sangat menentukan pembentukan pandangan politik, apakah masuk kategori radikal, ekstrem, ataukah moderat. Sebagian orang ingin menjadikan dirinya muslim berdasarkan pandangannya sendiri dengan cara instan seperti menempuh cara-cara kekerasan,” ujar Ghufron.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Kota Semarang, Muhammad Amin, mengimbau para santri dan kalangan pesantren untuk menggunakan hak suaranya sebaik-baiknya. Santri harus aktif melaporkan pelanggaran pilkada seperti melakukan politik uang dan membuat keonaran.
“Santri adalah benteng terakhir penjaga NKRI dari ancaman ekstremisme dan terorisme,” kata Amin. **
Reporter: Firdaus | Editor: Hariyawan