Walhi Sayangkan Pemerintah Terbitkan Izin 18 Hektare Selama Moratorium Hutan dan Lahan Gambut

- Editor

Selasa, 16 Juli 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Walhi. Foto (net)

Walhi. Foto (net)

JAKARTA,bipol.co – Kepala Departemen Advokasi Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Zenzi Suhadi, menyayangkan sikap pemerintah yang telah menerbitkan izin seluas 18 juta hektare (Ha) selama moratorium hutan primer dan lahan gambut.

“Artinya meskipun ada moratorium proses penerbitan itu masih terjadi,” kata dia, saat diskusi media bertajuk Moratorium Permanen Hutan dan Visi Indonesia, Akan Kemana?, di Jakarta, Selasa.

Dari 18 juta Ha lahan yang diberikan izin tersebut, Provinsi Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Papua merupakan paling dominan digarap untuk kepentingan korporasi.

“Umumnya diperuntukkan bagi lahan kelapa sawit, hutan tanaman industri, hak pengusahaan hutan dan tambang,” ujar dia.

Berdasarkan kajian yang dilakukan Walhi, salah satu penyebab utama masih banyaknya lahan atau hutan di Indonesia diberikan izin karena terdapat kebijakan kontradiktif dengan semangat moratorium.

Sebagai contoh Peraturan Pemerintah (PP) nomor 104 nomor 2015 perubahan atas PP nomor 10 tahun 2010. Akibatnya, hutan Indonesia seluas sembilan juta Ha dilepaskan selama moratorium.

Kedua, PP nomor 6 tahun 2007 junto 03 2008 yang berelasi dengan penerbitan izin sejak 2009 hingga 2019 seluas 11 juta Ha yang meliputi hutan tanaman industri.

Ia berpadangan jika pemerintah serius dan ingin menyelamatkan hutan di Tanah Air, maka moratorium tersebut tidak cukup hanya dengan Instruksi Presiden (Inpres). Namun, harus memiliki regulasi hukum yang kuat dan mengikat minimal Peraturan Presiden.

“Jadi, dia tidak hanya bisa mengikat internal pemerintahan tapi juga bisa dijadikan payung hukum dalam proses penegakan hukum,” katanya.

Selain itu, Walhi juga menyarankan agar pemerintah segera merevisi dua peraturan yang berbenturan dengan semangat moratorium tersebut yaitu PP 104 tahun 2005 dan PP nomor 6 tahun 2007.

Terakhir, ia menyoroti Perppu terhadap Undang-Undang nomor 41 tentang Kehutanan terutama terhadap perubahan pasal 19 dan pasal 22 yang dianggap menjadi landasan maraknya penerbitan izin setelah reformasi.(ant)

Editor : Herry Febriyanto

Berita Terkait

Sekjen FSGI Klarifikasi Soal Pengumuman Prabowo: Jadi Tidak Ada Istilah Kenaikan Gaji
Gerakkan Ekonomi Nasional, Komdigi Dukung Kampanye Harbolnas dan BINA 2024
Dekranasda Jabar Jajaki Kerja Sama dengan Pusat Oleh-oleh Dewata Nusantara Bali
Usai Lawatan ke Enam Negara, Presiden Prabowo Subianto Tiba di Tanah Air
Buka Jendela Jawa Barat di Bali, Amanda: Pameran Efektif untuk Menarik Buyer
Qari Asal NTB Ini Kembali Raih Juara 1 MTQ Internasional
Menag Serukan Perjuangan Kolektif Bela Hak Palestina
Dukung Asta Cita Swasembada Pangan, Padat Karya Irigasi Kementerian PU Tahun 2024 Jangkau 12.000 Lokasi
Tag :

Berita Terkait

Sabtu, 30 November 2024 - 20:46 WIB

Sekjen FSGI Klarifikasi Soal Pengumuman Prabowo: Jadi Tidak Ada Istilah Kenaikan Gaji

Jumat, 29 November 2024 - 20:08 WIB

Gerakkan Ekonomi Nasional, Komdigi Dukung Kampanye Harbolnas dan BINA 2024

Senin, 25 November 2024 - 19:40 WIB

Dekranasda Jabar Jajaki Kerja Sama dengan Pusat Oleh-oleh Dewata Nusantara Bali

Senin, 25 November 2024 - 14:24 WIB

Usai Lawatan ke Enam Negara, Presiden Prabowo Subianto Tiba di Tanah Air

Minggu, 24 November 2024 - 18:24 WIB

Buka Jendela Jawa Barat di Bali, Amanda: Pameran Efektif untuk Menarik Buyer

Berita Terbaru

BAZNas Sumedang bekerjasama dengan BAZNas RI berhasil membangun kembali rumah milik Adun (73) tidak layak huni di Dusun Tarogong, RT 008 RW 003, Cijeungjing l, Kecamatan Jatigede. Foto: Humas Sumedang.

NEWS

BAZNas Perbaiki Rumah Adun yang tidak Layak Huni

Senin, 2 Des 2024 - 16:08 WIB