SOREANG, bipol.co – Pemerintah Kabupaten Bandung akan melarang perusahaan menggunakan sumur artesis untuk pengambilan air dalam, karena pengambilan air baku secara besar-besaran dan terus-menerus akan berdampak terjadinya penurunan air permukaan.
“Kita ingin ke depan dengan kondisi air yang makin krisis, kemudian di Kabupaten Bandung banyak industri yang menggunakan artesis, kita akan dorong perusahaan tidak menggunakan air dalam, tapi menggunakan air permukaan,” kata Asisentan Ekonomi dan Kesejahteraan Setda Pemkab Bandung. Marlan.
Marlan menyampaikan hal itu saat acara “Ngawangkong Bari Ngopi” yang diselenggarakan Bagian Humas dan Protokol Setda Kabupaten Bandung, di Taman Uncal Kompleks Pemkab Bandung, Soreang, Jumat pagi (26/7-2019).
Menurut Marlan, ketersediaan air permukaan atau air baku di wilayah Kabupaten Bandung cukup banyak. Namun bila air baku terus diambil oleh ribuan perusahaan, maka lambat laun akan terjadi krisis air permukaan.
Dengan dibatasinya eksplorasi air dalam, harap Marlan, maka keseimbangan lingkungan akan terjaga.
“Ini bisa membantu masyarakat ketika musim kemarau tidak kekurangan air,” tutur Marlan.
Pelarangan bagi industri kaitan pengambilan air baku, ujar Marlan, nantinya akan dibuatkan payung hukum, baik melalui peraturan daerah (perda) atau peraturan bupati (perbup).
“Bentuknya bisa perda atau perbup, di daerah lain ‘kan sudah seperti itu. Jadi pada saat industri beroperasi, mereka tidak boleh mengambil air dalam, tapi didorong untuk mengambil air permukaan,” jelas Marlan.
Marla juga menyatakan, larangan penggunaan artesis tidak akan menjadi kendala bagi perusahaan, selama suplay airnya dimungkinkan.
“Saya kira tidak akan jadi kendala bagi perusahaan. Ini ‘kan upaya pemerintah untuk keseimbangan lingkungan, karena bila air dalam terus digunakan akan mempengaruhi terhadap penurunan air permukaan tanah,” papar Marlan.
Marlan menyampaikan, kondisi lingkungan di Kabupaten Bandung ketika peralihan dari musim hujan ke musim kemarau sangatlah ekstrem. Bila musim hujan kebanjiran dan musim kemarau kekeringan. Karena itu, setiap tahun Pemkab Bandung harus selalu mempersiapkan diri untuk mengatasi kondisi seperti itu, terutama di masalah pertanian dan penyediaan air bersih.
Hal itu, tuturnya, bisa dilihat dari debit air Citarum, kalau musim hujan debit air di atas 562 liter perdetik, tapi musim kemarau bisa di bawah 3 liter perdetik.
“Ini ‘kan sangat ekstrem,” kata Marlan yang saat itu hadir pula Kepala Pelaksana Harian BPBD Kabupaten Bandung, H. Achmad Djohara.**
Reporter: Dedi Ruswandi
Editor: Hariyawan