DENPASAR, bipol.co – Kehadiran Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok di Kongres V PDIP mendapat perhatian khusus. Nama Ahok juga secara khusus disebut Ketum PDIP, Megawati Soekarnoputri, ketika menyampaikan pidato. Apakah sinyal PDIP akan mengorbitkan karier politik Ahok?
Wasekjen PDIP, Eriko Sotarduga, mengatakan Ahok adalah bagian dari PDIP. Namun saat ini PDIP menghormati Ahok yang sedang menata kehidupan pribadinya.
“Untuk apa kita berandai-andai? Hargailah Beliau yang mau menata kehidupan pribadinya, kehidupan keluarganya. Kesempurnaan hanya milik Tuhan, tetapi di tengah hal seperti itu bukankah luar biasa Beliau itu kembali untuk memperjuangkan kehidupannya,” kata Eriko di arena Kongres, Hotel Grand Inna Beach, Sanur, Bali, Kamis (8/8/2019).
Eriko mengatakan Ahok saat ini ingin menjadi profesional. Dia mengatakan Ahok tidak punya rencana politik dalam waktu dekat.
“Beliau itu sekarang mau cari makan. Itu yang saya tahu. Serius. Boleh tanya Beliau. Beliau mau menjadi profesional. Beliau mau mencari rezeki dulu. Beliau ‘kan baru memulai kehidupannya kembali setelah keluar dari tahanan. Itu yang Beliau inginkan. Apakah Beliau ada rencana politik? Belum ada. Saya dampingi Beliau waktu bertemu dengan Ibu Mega, tidak ada,” ungkapnya.
Nama Ahok sempat ramai dibincangkan netizen pantas untuk menjadi menteri di kabinet Joko Widodo (Jokowi) periode ke dua. Eriko mengatakan PDIP memberikan kesempatan kepada Ahok untuk fokus pada kehidupan pribadi.
Eriko mengatakan soal dorongan publik agar Ahok menjadi menteri adalah kewenangan Jokowi selaku presiden. Namun, untuk menuju hal itu, menurutnya, perlu dipertimbangkan konsekuensi hukumnya.
“Kami tentu belum sejauh itu. Sekali lagi juga masalah siapa yang diinginkan Bapak Presiden biarlah itu menjadi hak Beliau, hak prerogratif, jadi kita tidak usahlah sampai sejauh itu. Karena juga ‘kan secara hukum kami juga harus mengecek dulu, seperti apa sebenarnya konsekuensinya,” tuturnya.
“Kita kan harus mematuhi konsekuensi hukum. Walaupun kadang-kadang kalau meminjam yang disampaikan Ibu Mega, kadang-kadang hukum tidak berkeadilan juga. Tapi itulah yang terjadi, kita harus hormati. Suka atau tidak suka, kita harus hormati,” tambah Eriko. **
Editor: Hariyawan