“Saya garis bawahi pernyataan saya, bahwa pelaksanaan Pilkada langsung harus dievaluasi,” kata Tito Karnavian di Jakarta, Senin (18/11).
“Nah kemudian evaluasi itu harus dilakukan dengan mekanisme evaluasi kajian akademik, jangan kajian empirik berdasarkan pemikiran semata,” kata Mendagri.
Metode penelitiannya juga harus dilakukan secara benar oleh institusi yang reliabel dengan reputasi yang bagus.
“Mungkin tiga sampai empat kajian lembaga penting yang terkenal baru kita lihat hasilnya, bisa saja temuannya nanti (menyatakan) bahwa publik lebih sepakat dengan Pilkada langsung terus dilanjutkan,” ucapnya.
Namun, kalau nanti kajian akademiknya menunjukkan tidak perlu Pilkada langsung tapi Pilkada asimetris maka hal tersebut menurut Tito juga perlu jadi pertimbangan.
Sementara Pilkada asimetris itu maksudnya menurut Tito, tidak semua Pilkadanya langsung, dan guna melihat model tersebut perlu dibuat indeks kedewasaan demokrasi tiap-tiap daerah.
“Saya sudah bicara dengan Kepala Pusat Statistik dan Kepala Balitbang di Kemendagri untuk menggunakan anggaran itu untuk mencoba melihat indeks demokrasi, daerah mana yang siap melaksanakan Pilkada langsung dan tidak,” ujarnya.
Dengan kajian akademis itu, Kemendagri menurut dia tidak pada posisi pengambil keputusan memilih sistem Pilkada langsung, tidak langsung, atau asimetris. (ant)