MENIKMATI kehidupan pedesaan yang alami dan jauh dari hiruk-pikuk kesibukan kota, saat ini telah menjadi alternatif aktivitas wisata bagi para wisatawan. Banyak pilihan objek wisata yang mengusung konsep “village living” yang menjadi daya tarik untuk melepas stres.
Salah satunya adalah Desa Wisata Tajur, kini jadi tujuan destinasi wisatawan pendatang maupun dari sekitar wilayah Purwakarta. Membawa nuansa kearifan lokal, edutainment, dan berbalutkan kebudayaan, kawasan ini diisi tatanan rumah penduduk berbentuk rumah panggung khas adat Sunda, yaitu ‘Julang Ngapak’.
Berikut ini tiga daya tarik wisata yang sulit untuk dilewatkan di Desa Wisata Tajur
- Tinggal di Rumah Adat
Daya tarik paling banyak diminati yang ditawarkan Desa Wisata Tajur adalah tinggal di rumah adat. Tidak perlu bingung jika hendak beristirahat, karena tersedia kurang lebih 42 rumah yang dapat dijadikan tempat homestay. Setiap rumah memiliki dua kamar rata-rata berukuran 2×3, muat untuk satu sampai dua orang.
Selama menginap di dalam homestay, pengunjung akan merasakan pelayanan istimewa dan disambut ramah oleh si pemilik rumah. Pelayanan yang dimaksud, misalnya pemilik rumah akan menyuguhkan hidangan tradisional (pedesaan) yang terbilang sederhana. Nah, soal harga, homestay di sini sekitar Rp200.000-Rp300.000 sudah termasuk konsumsi. Apakah kamu mau mencoba pengalaman bermalam di homestay sini?
- Menyaksikan Tradisi Ngencleng dan Tutunggulan
Indonesia tidak terlepas dari kekayaan budayanya yang melimpah. Masyarakat Kampung Tajur memiliki sebuah tradisi atau kebiasaan unik yang sampai saat ini masih dilakukan, yaitu Tradisi Ngencleng yang masih dijaga. Ngencleng adalah suatu tradisi, ketika setiap warga meletakkan sebuah bambu yang berisi beras di depan pintu rumah mereka masing-masing. Tradisi Ngencleng ini dilakukan oleh masyarakat untuk mengantisipasi bencana kelaparan apabila kampung mereka tertimpa musibah seperti gagal panen ataupun hasil panen kurang baik.
Biasanya batang bambu berisi beras yang berukuran 10 cm itu akan diambil oleh petugas keamanan pada malam hari, lalu mengumpulkan dan menyimpan beras-beras tersebut di balai desa. Simpanan beras-beras tersebut akan dipergunakan jika panen gagal dengan membagikannya secara merata kepada setiap penduduk atau dijual kembali ke pasar dan hasil penjualannya untuk menutupi kebutuhan kampong, seperti pembuatan pagar dan perbaikan jalan.
Kegiatan yang sudah dilakukan secara turun-temurun di daerah ini, selain Ngencleng adalah Tutunggulan. Tutunggulan merupakan suatu kegiatan tradisional menumbuk padi dalam suatu tempat yang bisa menghasilkan bunyi-bunyian. Tutunggungan atau kegiatan menumbuk padi ini tidak setiap hari dilakukan, hanya pada acara-acara khusus, seperti penyambutan tamu, hajatan/syukuran, peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia
Tradisi ini mewarnai ekowisata Kampung Tajur yang tidak hanya mengandung nilai estetika, melainkan juga ketertiban dan gotong-royong. Kearifan lokal yang masih terjaga ini tetap dilestarikan warga sekitar, biasanya dimainkan ibu-ibu yang sudah lanjut usia.
- Mengikuti Rutinitas Penduduk Sekitar
Setelah bermalam di Rumah Desa, kita akan diajak untuk mengikuti rutinitas penduduk sekitar yang sebagian besar bermata pencarian sebagai petani dan peternak. Dengan demikian, ekowisata di Kampung Tajur ini menjadi sarana edukasi juga bagi pengunjung perkotaan. Kita akan diberikan pengalaman dalam hal pengetahuan bercocok tanam, membajak sawah, berkebun, dan beternak.
Selain kegiatan yang dilakukan di sawah, pengunjung diajak belajar membuat kerajinan (anyaman) berbahan dasar dari bambu, membuat gula aren, camilan, dan jenis penganan lainnya. Menyenangkan bukan, berwisata sambil belajar?
Pengalaman-pengalaman tersebut, tentu jarang dijumpai di pusat kota. Mari kunjungi Desa Wisata Tajur yang berada di Desa Pesanggrahan, Kecamatan Bojong, Purwakarta. ** (ADV)