JAKARTA, bipol.co – Indonesia mesti lebih memberdayakan kaum mudanya dalam menghadapi banyak persoalan besar menuju usia satu abad di tahun 2045.
Demikian disampaikan peneliti politik di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Adriana Elisabeth, dalam Seminar 100 Tahun Indonesia Jilid II “Mimpi Tokoh Muda untuk Indonesia 2045” di Auditorium Adhiyana, Wisma Antara, Jalan Medan Merdeka Selatan nomor 17, Jakarta Pusat, Rabu (18/12/2019) pagi.
Menurut Adriana, kebanyakan generasi muda, terutama milenial yang lahir di atas tahun 1980, mempunyai ciri energik, dinamis, kreatif, dan selalu berpikir out of the box.
“Ide mereka kadang-kadang aneh, tapi kita senang juga. Walaupun ada ciri yang tidak baik dari generasi muda milenal, terutama yang kadang-kadang ambigu, karena mereka multi talenta. Semua itu harus kita lihat untuk mengarahkan generasi muda Indonesia ke depan seperti apa,” ujar Adriana.
Dia menjelaskan sejumlah tantangan besar yang akan dihadapi Indonesia ke depan. Paling kentara adalah penguasaan teknologi modern.
“Teknologi sudah di depan kita. Tapi di sisi lain kita juga punya SDM yang jauh lebih buruk daripada yang bisa kita bayangkan, terutama di Papua. Kita harus pikirkan pelayanan publik sampai ke ke kampung-kampung,” jelasnya.
Tantangan lain adalah ketidakpastian juga ketidakteraturan dunia. Ia memberi contoh bagaimana Uni Eropa bisa membuat aturan amat rumit bagi produk sawit Indonesia, tapi perlakuan Uni Eropa berbeda kepada negara lain.
Semua berkompetisi pada hal sama, maka itu keunikan produk diperlukan. Mutu produk dan pelayanan, harga, kemudian juga soal kebersihan harus diperhatikan,” jelas Adriana.
Adriana juga mengatakan betapa penting Indonesia membangun peradaban baru, selain menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek). Pembangunan strategi peradaban baru dan penguasaan Iptek harus mengarah kepada pemenuhan kesejahteraan rakyat.
“Penguasaan Iptek juga harus memiliki etika. Spiritualitas itu kita dapatkan dari pelajaran budi pekerti dan pendidikan keluarga di rumah, karena religius saja tidak cukup. Penting untuk menerima perbedaan orang lain, bukan sekadar toleransi, tapi menerima perbedaan,” tegasnya.
Ia katakan, generasi muda Indonesia juga harus dilatih untuk lebih peka dalam menghadapi isu-isu strategis global, yaitu toleransi, kesenjangan ekonomi, kerusakan lingkungan, dan narkoba.
“Peradaban yang lain menurut saya yang harus dibangun adalah menghamornisasikan nasionalisme kita dengan globalisme,” katanya.
Dua hal lain yang tidak kalah penting dalam menyongsong Indonesia 2045 adalah mewujudkan sistem demokrasi yang memenuhi kebutuhan hak-hak asasi manusia paling dasar.
Menurutnya, kalau itu bisa dilakukan, Indonesia akan lebih gemilang.
“Tidak kalah penting adalah pemberdayaan perempuan secara lebih luas. Laki-laki dan perempuan punya peran penting yang bisa dikerjasamakan,” tutupnya.**
Editor: Hariyawan