SOREANG, bipol.co — Komisi C DPRD Kabupaten Bandung akan segera melayangkan surat ke Provinsi Jawa Barat terkair izin Galian C, di Sungapan, Desa Sadu, Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, yang diduga penyebab terjadiinya longsor hingga materialnya menutupi badan Jalan Raya Soreang-Ciwidey, Selasa lalu.
“Kita sudah melihat ke sana (lokasi galian C, -Red.). Galian itu izinnya provinsi, tetapi adanya di Kabupaten Bandung,” kata anggota Komisi C, H. Yanto Setianto, di Gedung DPRD Kabupaten Bandung, Soreang, Rabu (18/12/2019).
Pihak Komisi C, tutur Yanto, akan melakukan koordinasi dengan pihak yang memberi izin di Provinsi Jawa Barat terkait galian C tersebut.
“Kita mau koordinasi saja, melayangkan surat dan suratnya sudah saya bikin. Koordinsi dengan pihak yang memberi izin. Nanti provinsi melihat situasinya bagaiamana,” kata Yanto.
Yanto meminta, pihak perizinan provinsi harus selektif dan meninjau langsung ke lapangan bila ingin memberikan ijin galian C.
“Harus lihat-lihat dulu lah, gimana provinsi itu kurang selektif? Galian itu sudah dua kali longsor, bahkan dulu sampai memakan korban akibat tergerus air dan lumpur,” ucapnya.
Yanto berharap, bila galian tersebut tidak layak, sebaiknya ditutup. Namun pihaknya tidak ingin memutuskan sepihak dan emosional dalam menyikapi persoalan galian c tersebut. Dia juga meminta provinsi perlu mengkaji dulu lokasi yang harus dijadikan galian c.
Yanto juga menyatakan prihatin pada musibah yang tertjadi di Kabupaten Bandung akhir akhir ini. Seperti longsor, banjir, dan banjir bandang serta angin puting beliung.
“Kami selaku anggota DPRD tentu bagian dari masyarakat Kabupaten Bandung juga, jadi bila ada warga Kabupaten Bandung yang terkena becana, longsor maupun banjir, kami merasa bertanggungjawab. Mereka hanya bisa berteriak di lemburnya masing-masing. Kita punya kebijakan. Punya hak penganggaran untuk mendorong upaya penanggulangan bencana ini,” kata Yanto.
Komisi C, ucap Yanto, yang bermitra dengan OPD bidang infrastrukur, beberapa watu lalu telah melihat kinerja BBWS yang pertama saat melakukan normalisasi Sungai Ciranjing, Cisangkuy.
“Alhamdulilah sekarang sudah mendekati penyelesaian walaupun katanya selesai di 2021. Kita desak supaya bisa dipercepat. Kita juga melihat terowongan Curug Jompong, hari ini sudah berfungsi,” katanya.
Upaya sepertii itulah, kata Yanto, yang diperlukan oleh masyarakat. Bukan hanya nengok, bawa mie instan, atau berduka kepada yang mendapat bencana.
“Hari ini rakyat tidak membutuhkan hal yang seperti itu lagi. Hal yang sifatnya seremonial. Tapi bagaimana caranya sekarang banjir, tahun depan tidak banjir lagi. Masyarakat juga harus proaktif dalam memelihara alam. Seperti Kertasari itu ketinggianya berapa sampai terjadi longsor,” papar Yanto.
Longsor di Kertasari beberapa waktu lalu, menurut Yanto, karena masyarakat kurang bisa memelihara tanah-tanah gunung.
“Dulu hutan di sana, ada perkebunan kina yang sudah hilang berganti dengan sayuran. Sayuran ‘kan tidak bisa menahan air. Kemudian kita pernah lihat ke daerah Cimenyan, gunungnya gundul semua, kita melihat tanahnya milik pribadi, dan diolah semaunya pribadi. Karena itu perlu ada perda atau regulasi lain, supaya pemilik lahan di ketinggian tertentu wajib menanam tanaman keras yang dapat menahan aliran air,” kata Yanto.**
Reporter: Deddy | Editor: Hariyawan