CIREBON, bipol.co – KPK menangkap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan, melalui operasi tangkap tangan (OTT). Wahyu membidangi sosialiasi, pendidikan pemilih dan pengembangan SDM.
Eks calon komisioner KPU Kota Cirebon pun angkat bicara terkait penangkapan Wahyu. Eks calon komisioner KPU Kota Cirebon ini terdepak saat mengikuti seleksi komisioner KPU pada 2019. Padahal, para eks calon komisioner KPU tersebut masuk dalam daftar 10 nama yang bakal mengikuti tahap akhir atau fit and proper test. Namun KPU pusat tiba-tiba mengubah sejumlah nama. Di Kota Cirebon, sedikitnya ada tujuh nama yang tiba-tiba terdepak.
Eks calon komisioner KPU Cirebon pun menuding Wahyu Setiawan adalah biang kerok carut-marutnya seleksi komisioner KPU di 16 daerah di Jabar, termasuk di Kota Cirebon.
“Waktu itu ada 16 daerah. Boleh dikatakan sejumlah komisioner KPU di daerah-daerah di Jabar ini dipilih tidak sesuai aturan. Ya indikasinya ke sana, ada keterlibatan KPU pusat. Saat itu Wahyu yang membidangi pengembangan ESDM, yang mengurus soal rekruitmen,” kata salah seorang eks calon komisioner KPU Kota Cirebon, Mohamad Arief, sebagaimana bipol.co kutip dari detikcom, di kawasan Jalan Terusan Pemuda Kota Cirebon, Jawa Barat, Kamis (16/1/2020).
Arief menceritakan namanya tiba-tiba hilang saat mengikuti fit and proper test pada Oktober tahun lalu. Arief dan sejumlah rekannya dari berbagai daerah yang mengalami nasib sama, sempat mengajukan gugatan ke PTUN namun ditolak.
“Ditolak karena harus mengajukan keberatan dulu ke tingkat di atasnya, yaitu KPU RI. Kemudian diintruksikan lagi mengajukan keberatan ke presiden, tapi tak ada respons,” katanya.
Arief dan teman-temanya pun gugur.
“Padahal waktu itu timsel sudah mengeluarkan nama-nama. Tapi diubah oleh KPU pusat,” katanya.
Senada disampaikan Yusditiadi, eks calon komisioner KPU Kota Cirebon yang namanya tiba-tiba lenyap saat mengikuti seleksi. Padahal, Yusdtiadi dinyatakan lolos untuk mengikuti fit and proper test. Yuditiadi menginginkan adanya perubahan komisioner di daerah-daerah yang terjadi kejanggalan pada saat seleksi.
“Kita ingin SK yang waktu bulan Agustus lalu dikembalikan (nama-nama yang lolos 10 besar). Ini patut diduga ada keterlibatan KPU pusat. Persoalan integritas itu bukanlan main-main, imbasnya ‘kan banyak kejanggalan saat pemilihan umum kemarin, kotak suara hilang, dan lainnya,” kata Yusditiadi.*
Editor: Hariyawan