JAKARTA, bipol.co – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyebutkan tidak ada istilah penundaan pemilihan kepala daerah (pilkada) dalam Undang-Undang Nomor 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
“Di UU tidak ada istilah penundaan pilkada, UU mengatakan ada namanya pemilihan lanjutan dan pemilihan susulan,” kata anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar, di Jakarta, Selasa.
Namun, kata dia, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk melaksanakan pemilihan lanjutan dan susulan.
Menurut dia, kriteria atau persyaratan yang harus dipenuhi untuk pemilihan lanjutan dan susulan tertuang dalam Pasal 120-121 UU Pilkada.
Pasal 120 Ayat (1) menyebutkan bahwa, “Dalam hal sebagian atau seluruh wilayah Pemilihan terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan sebagian tahapan penyelenggaraan pemilihan tidak dapat dilaksanakan maka dilakukan pemilihan lanjutan.”
Fritz mengatakan untuk melakukan penundaan pilkada dibutuhkan perubahan UU, dan perlu diingat jika proses penundaan membutuhkan tambahan anggaran karena menyangkut masa kerja penyelenggara pemilu yang sudah ditentukan.
Anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin menjelaskan setidaknya ada tiga skenario yang harus disiapkan pemerintah dalam pelaksanaan pilkada tahun ini.
“Skenario pertama, Plan A. Kita kategorikan ini situasi paling baik, semua masih bisa berjalan. Maka, dibutuhkan SOP, semacam aturan tambahan terhadap jajaran pengawas dan petugas KPU jika bertatap muka dengan pemilih,” katanya.
Sesuai protokol kesehatan yang ditetapkan, kata dia, seperti petugas harus membekali diri dengan masker dan “hand sanitizer” untuk keperluan mencuci tangan.
Jika skenario pertama tidak berjalan, kata dia, skenario ke dua adalah mekanisme pemilu lanjutan, jika sebagian tahapan pilkada tidak bisa dilakukan, misalnya tahapan verifikasi dukungan calon perseorangan yang dijadwalkan berlangsung dalam waktu dekat.
Skenario ke tiga, Afifuddin mengatakan pemilu susulan dilakukan jika seluruh tahapan pilkada tidak dapat dilakukan di sebagian daerah, tidak di seluruh daerah.
“Beberapa daerah kan masuk zona merah, seperti Jawa Barat ada Bekasi, Depok, Cirebon, dan Purwakarta, Banten (Kota dan Kabupaten Tangerang, Jateng ada Solo, Kalbar di Pontianak, Manado di Sulut, kemudian Bali dan Yogyakarta,” katanya.
Pemetaan daerah-daerah tersebut, kata dia, bisa menjadi modal untuk membicarakan strategi secara bersama-sama karena Bawaslu bukan pengambil keputusan secara “an sich”.
“Untuk skenario kemungkinan dalam konteks rekomendasi pemilihan lanjutan dan susulan, domain dan peta jalannya harus berdiskusi dengan pemerintah, KPU, Komisi II DPR sebagai satu kesatuan,” katanya.* ant
Editor: Hariyawan