BANDUNG, bipol.co – Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang kembali dilanjutkan di sejumlah daerah, harus diiringi dengan ketegasan hukum, agar penerapan kebijakan tersebut memberi kejut.
Demikian disampaikan guru besar politik dan keamanan Universitas Padjajaran Bandung, Muradi, dalam diskusi bertajuk “Dinamika Keamanan Dalam Negeri pada Masa Pandemi Covid-19 dalam Perspektif Keamanan Nasional,” di Bandung, Rabu (20/5/2020).
Muradi menjelaskan, berdasarkan hasil kajiannya, indeks keamanan pada masa pandemi ini berada pada angka 0,47 dari rentang penilaian 0-1.
Angka ini muncul dari sejumlah parameter yang dihitungnya, seperti pergerakan masyarakat, konsentrasi massa, ketersediaan kebutuhan
dasar, penegakkan hukum, perluasan pandemi, dan koordinasi kelembagaan.
“Nilai 0 diartikan keamanan kondusif, nilai 1 diartikan keamanan tidak kondusif,” katanya, seperti dirilis jabarprov.go.id.
Mengacu kepada hasil kajiannya, masih terdapat kekurangan dalam tiga parameter terakhir itu. Menurut pengamat politik ini, saat ini penegakan hukum masih rendah, karena belum ada ketegasan bagi pelanggar PSBB, sehingga dikhawatirkan berpengaruh terhadap kedisiplinan masyarakat dalam mematuhi protokol kesehatan.
Ketidaktegasan ini terjadi karena tidak adanya kewenangan bagi polisi dan TNI dalam menjalankan tugasnya.
“Instrumen hukum PSBB kurang kuat, karena hanya berdasarkan undang-undang karantina wilayah dan penanggulangan bencana,” kata dia.
Sebagai contoh, terlihat sejumlah pelanggar larangan mudik yang hanya diminta pulang kembali oleh aparat yang bertugas.
“Jadi tidak ada efek jera,” ucap Muradi.
Seharusnya, perlu penambahan instrumen hukum dalam PSBB agar peran polisi bisa lebih maksimal, salah satunya dengan menggunakan unsur pidana.
Dengan begitu, dia meyakini kepolisian akan lebih leluasa dalam menindak pelanggar PSBB seperti dengan memberi hukuman kurungan.
“Jadi mereka yang ngeyel selama PSBB bisa segera ditangani. Ini penting agar memberi efek jera,” paparnya.
Tidak hanya itu, jika dengan hukum pidana masih kurang, menurutnya perlu digunakan darurat sipil bahkan darurat militer agar PSBB berjalan efektif.
“Tapi saya tidak berharap PSBB plus darurat sipil atau PSBB plus darurat militer. Saya berharap dengan (PSBB) ditambahkan hukum pidana, sudah bisa memberi efek jera (bagi pelanggar),” ujarnya.
Jika ketidaktegasan dalam PSBB ini berlanjut, menurutnya akan terjadi eskalasi ancaman keamanan pada parameter lain, yakni meluasnya
penyebaran virus korona. Terlebih, saat ini memasuki arus mudik Lebaran 2020 sehingga sangat berpotensi untuk menyebarkan covid-19.
Lebih lanjut, menurutnya pemberlakuan PSBB yang kembali diperpanjang merupakan langkah yang tepat, sebab hingga saat ini belum diketahui kapan pandemi covid-19 akan berakhir.
Selain itu, dari jumlah pasien yang positif, menurutnya akan terus bertambah sehingga masih diperlukan penanganan serius dalam menghadapi pandemi covid-19 ini. Terlebih, di sejumlah negara yang kasusnya dianggap sudah reda sehingga melonggarkan penanganan pandemi ini pun kembali dilanda penyebaran covid-19 gelombang kedua.*
Editor: Hariyawan