“Menuntut, supaya hakim pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan terdakwa Honggo Wendratno terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan primer. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 18 tahun dan pidana denda sebesar Rp1 miliar dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan masing-masing selama 6 bulan,” kata jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung Bima Suprayoga di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (8/6).
Honggo Wendratno hingga kini masih buron sehingga sidangnya digelar secara “in absentia”.
“Menghukum terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar 128.233.370,98 dolar AS dengan memperhitungkan nilai barang bukti berupa tanah dan bangunan yang di atasnya terdapat pabrik kilang LPG atas nama PT Tuban LPG Indonesia, Tubang Jawa Timur,” tambah jaksa.
Tuntutan itu berdasarkan dakwaan pertama yaitu pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Hal-hal yang memberatkan, terdakwa melarikan diri, terdakwa masuk ke dalam daftar pencarian orang (DPO), hal yang meringankan tidak ada,” ungkap jaksa.
Kasus ini bermula saat Dirut PT TPPI Honggo Wendratno mengajukan program PSO (Public Service Obligation) melalui surat ke BP Migas.
Honggo mengklaim, selain mampu menghasilkan produk aromatic (paraxylene, benzene, orthoxylene, toluene), PT TPPI juga mampu memproduksi Bahan Bakar Minyak (BBM) khususnya Mogas RON 88 (bensin premium) sebagaimana Surat Nomor : TPPI/BPH Migas/L-040 tertanggal 5 Mei 2008 yang ditujukan kepada BP Migas.
Padahal saat itu PT TPPI mengalami kesulitan keuangan dan telah berhenti berproduksi dan PT TPPI memiliki utang kepada PT. Pertamina (Persero).
Honggo kemudian mengirimkan surat permohonan kepada Djoko selaku agar TPPI dapat membeli minyak mentah/kondensat sebagai bahan baku langsung dari BP Migas untuk produksi BBM guna memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Atas permohonan itu, Djoko menyetujuinya. Raden Priyono kemudian menunjuk PT TPPI sebagai penjual Kondensat bagian negara tapi penunjukan itu menyalahi prosedur.
Priyono dan Djoko kemudian menyerahkan kondensat bagian negara kepada PT TPPI dari kilang Senipah, kilang Bontang Return Condensate (BRC) dan kilang Arun tanpa dibuatkan kontrak kerja sama dan tanpa jaminan pembayaran. Akibat penyerahan kondesat itu, Honggo tidak mengolah kondensat bagian negara itu di kilang TPPI.
PT TPPI mengolah kondensat bagian negara yang seharusnya menjadi Produk Mogas 88, kerosene dan solar yang dibutuhkan PT Pertamina, menjadi produk-produk olahan kondensat yang tidak dibutuhkan PT Pertamina. Akibatnya, semua produk olahannya tidak dijual ke PT Pertamina (Persero) tetapi dijual ke pihak lain.
Jumlah keseluruhan penyerahan kondensat bagian negara kepada Honggo sejak 23 Mei 2009 sampai 2 Desember 2011 sebanyak 33.089.400 barel dengan nilai 2.716.859.655 dolar AS.
Terkait perkara ini, Raden Priyono dan Djoko Harsono dituntut 12 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan. (net)