Honggo Wendratno Dituntut 18 Tahun Penjara

- Editor

Selasa, 9 Juni 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

JAKARTA.bipol.co – Bekas direktur utama PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (PT TPPI) Honggo Wendratno dituntut 18 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan karena dinilai terbukti merugikan keuangan negara senilai 2.588.285.650,91 dolar AS (sekitar Rp37,8 triliun) dalam penunjukan kondensat bagian negara.

“Menuntut, supaya hakim pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan terdakwa Honggo Wendratno terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan primer. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 18 tahun dan pidana denda sebesar Rp1 miliar dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan masing-masing selama 6 bulan,” kata jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung Bima Suprayoga di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (8/6).

Honggo Wendratno hingga kini masih buron sehingga sidangnya digelar secara “in absentia”.

“Menghukum terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar 128.233.370,98 dolar AS dengan memperhitungkan nilai barang bukti berupa tanah dan bangunan yang di atasnya terdapat pabrik kilang LPG atas nama PT Tuban LPG Indonesia, Tubang Jawa Timur,” tambah jaksa.

Tuntutan itu berdasarkan dakwaan pertama yaitu pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

“Hal-hal yang memberatkan, terdakwa melarikan diri, terdakwa masuk ke dalam daftar pencarian orang (DPO), hal yang meringankan tidak ada,” ungkap jaksa.

Perbuatan Honggo bersama dengan mantan Kepala BP Migas Raden Priyono dan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono dinilai terbukti merugikan keuangan negara senilai 2.588.285.650,91 dolar AS (sekitar Rp37,8 triliun).

Kasus ini bermula saat Dirut PT TPPI Honggo Wendratno mengajukan program PSO (Public Service Obligation) melalui surat ke BP Migas.

Honggo mengklaim, selain mampu menghasilkan produk aromatic (paraxylene, benzene, orthoxylene, toluene), PT TPPI juga mampu memproduksi Bahan Bakar Minyak (BBM) khususnya Mogas RON 88 (bensin premium) sebagaimana Surat Nomor : TPPI/BPH Migas/L-040 tertanggal 5 Mei 2008 yang ditujukan kepada BP Migas.

Padahal saat itu PT TPPI mengalami kesulitan keuangan dan telah berhenti berproduksi dan PT TPPI memiliki utang kepada PT. Pertamina (Persero).

Honggo kemudian mengirimkan surat permohonan kepada Djoko selaku agar TPPI dapat membeli minyak mentah/kondensat sebagai bahan baku langsung dari BP Migas untuk produksi BBM guna memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Atas permohonan itu, Djoko menyetujuinya. Raden Priyono kemudian menunjuk PT TPPI sebagai penjual Kondensat bagian negara tapi penunjukan itu menyalahi prosedur.

Penunjukan langsung PT TPPI sebagai penjual kondensat bagian negara tidak melibatkan Tim Penunjukan Penjual Minyak Mentah/Kondensat Bagian Negara sehingga tidak pernah dilakukan kajian dan analisa selain itu penunjukan PT. TPPI sebagai penjual kondensat bagian negara tidak melalui lelang terbatas, PT TPPI tidak terdaftar di BP Migas, PT TPPI tidak pernah mengirim formulir atau penawaran, dan PT TPPI tidak menyerahkan jaminan berupa Open Credit/Irrevocable LC.

Priyono dan Djoko kemudian menyerahkan kondensat bagian negara kepada PT TPPI dari kilang Senipah, kilang Bontang Return Condensate (BRC) dan kilang Arun tanpa dibuatkan kontrak kerja sama dan tanpa jaminan pembayaran. Akibat penyerahan kondesat itu, Honggo tidak mengolah kondensat bagian negara itu di kilang TPPI.

PT TPPI mengolah kondensat bagian negara yang seharusnya menjadi Produk Mogas 88, kerosene dan solar yang dibutuhkan PT Pertamina, menjadi produk-produk olahan kondensat yang tidak dibutuhkan PT Pertamina. Akibatnya, semua produk olahannya tidak dijual ke PT Pertamina (Persero) tetapi dijual ke pihak lain.

Jumlah keseluruhan penyerahan kondensat bagian negara kepada Honggo sejak 23 Mei 2009 sampai 2 Desember 2011 sebanyak 33.089.400 barel dengan nilai 2.716.859.655 dolar AS.

Terkait perkara ini, Raden Priyono dan Djoko Harsono dituntut 12 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.     (net)

Editor      Deden .GP

Berita Terkait

Penomena Kasus Guru Supriyani Tunggu Keadilan, Somasi Bupati Hingga Kepala Kejari Tuntut Bebas
Menkomdigi Nonaktifkan 11 Pegawai yang Terlibat Kasus Hukum
Wamen Komdigi Nezar Patria Dukung usut Tuntas Jaringan Judi Online
Tom Lembong Jadi Tersangka Karena Kebijakan, Pakar Hukum Pidana Nilai Kejaksaan Keliru
Diduga Hanya Gegara Beri Izin Tom Lembong Jadi Tersangka Kasus Korupsi Impor Gula
Bapenda dan Kejari Kota Bandung Panggil 20 Penunggak Pajak
Mahfud MD: Tragedi 1998 Salah Satu dari 12 Peristiwa Pelanggaran HAM Berat
Pengeroyokan Wartawan di Bogor, Ketua PWI Jabar Kutuk Keras Pelaku

Berita Terkait

Rabu, 13 November 2024 - 07:53 WIB

Penomena Kasus Guru Supriyani Tunggu Keadilan, Somasi Bupati Hingga Kepala Kejari Tuntut Bebas

Senin, 4 November 2024 - 15:27 WIB

Menkomdigi Nonaktifkan 11 Pegawai yang Terlibat Kasus Hukum

Senin, 4 November 2024 - 14:58 WIB

Wamen Komdigi Nezar Patria Dukung usut Tuntas Jaringan Judi Online

Kamis, 31 Oktober 2024 - 14:26 WIB

Tom Lembong Jadi Tersangka Karena Kebijakan, Pakar Hukum Pidana Nilai Kejaksaan Keliru

Rabu, 30 Oktober 2024 - 13:13 WIB

Diduga Hanya Gegara Beri Izin Tom Lembong Jadi Tersangka Kasus Korupsi Impor Gula

Berita Terbaru

Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid Konferensi Pers di Kantor Kementerian Komdigi, Jakarta Pusat, Kamis (14/11/2024).

NASIONAL

Meutya Hafid Minta Platform Digital Perangi Judi Online

Sabtu, 16 Nov 2024 - 14:54 WIB