JAKARTA, bipol.co – Ketua Fraksi PKS DPR RI, Jazuli Juwaini, meminta agar penjabaran Pancasila dalam draf Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) harus benar-benar merujuk dan tidak menyimpangi sejarah dan original tujuan atau “intent” yang benar.
Menurut dia, Pancasila yang akhirnya disepakati sebagai platform bersama dan titik temu kebangsaan Indonesia adalah yang terdiri dari lima sila.
“Maka RUU HIP harus memcerminkan keseluruhan silanya yang lima. Jangan direduksi lagi menjadi apakah trisila atau ekasila,” kata Jazuli dalam keterangannya di Jakarta, Minggu.
Dia menilai apabila Pancasila direduksi menjadi trisila atau ekasila maka hal itu akan “set back”, akan tereduksi pada tafsir sepihak bahkan tafsir tunggal oleh kelompok tertentu yang kontraproduktif dalam upaya mengokohkan Pancasila itu sendiri.
Menurut dia, akibat upaya reduksi Pancasila menjadi trisila atau ekasila, Indonesia bisa kehilangan makna utuh keterkaitan sila-sila Pancasila yang lima, yang merupakan final kesepakatan sebagai dasar negara kita.
Anggota Komisi I DPR itu memberi contoh, rakyat bisa bias bahkan bisa salah paham terkait sejarah dan original intent sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa kenapa ditempatkan pertama, karena sila utama, bintang penerang, yang menjiwai dan menyinari sila-sila lainnya.
“Jika kita baca RUU HIP pemaknaan dan penempatan sila pertama tidak proporsional bahkan sangat minimalis, padahal posisi dan kedudukannya, merujuk risalah tentang Pancasila, sangat penting dan utama,” ujarnya.
Karena itu, menurut dia, apabila RUU HIP dilanjutkan pembahasannya maka harus mengakomodir beberapa aspirasi, pertama, memasukkan TAP MPRS XXV/MPRS/1966 sebagai konsideran yang menjiwai RUU HIP untuk menegaskan bahwa Pancasila tegas menolak seluruh ajaran komunisme, marxisme, dan leninisme yang memang ajarannya bertentangan dengan Pancasila.
Ke dua, menurut dia, FPKS menolak Pancasila diperas menjadi trisila dan ekasila, sehingga ketentuan tersebut dalam draf RUU HIP harus dihapus karena dapat mereduksi makna Pancasila yang utuh dengan lima silanya.
“Ketuhanan Yang Mahaesa harus tegas ditempatkan sebagai sila utama yang melandasi, menjiwai, dan menyinari sila-sila lainnya. Hal itu harus tercermin secara maksimal dalam materi muatan draf RUU HIP, bersama penjabaran sila-sila lainnya,” katanya.
Menurut dia, apabila usulan Fraksi PKS yang juga menjadi aspirasi luas masyarakat tersebut tidak diakomodir maka lebih baik draf RUU HIP ditarik kembali atau dibatalkan.
Selain itu, Jazuli mengapresiasi respon publik, fraksi-fraksi DPR, kalangan purnawirawan TNI, bahkan pemerintah yang sangat hati-hati dan cermat atas usul inisiatif RUU HIP yang telah diputuskan menjadi RUU Usul Inisiatif DPR.
Hal itu menurut dia membuktikan tanggung jawab bersama untuk menjaga Pancasila.
“PKS berbesar hati, mendukung penuh dan mengapresiasi respon masyarakat dan kalangan ormas, seperti NU, Muhammadiyah, hingga MUI yang memberi respon kritis dan konstruktif atau RUU HIP yang sejalan dengan sikap dan pandangan politik Fraksi PKS,” katanya.
Bahkan, menurut dia, Pemerintah melalui pernyataan Menkopolhukam Mahfud MD juga menekankan jika saatnya tiba terlibat dalam pembahasan, pemerintah akan mengusulkan TAP MPRS XXV/1966 untuk dimasukkan serta tidak setuju rumusan pasal tentang Pancasila diperas menjadi trisila dan ekasila.
Hal itu menurut Jazuli pertanda bahwa upaya mengokohkan Pancasila dan menjaga nilai-nilainya agar tetap murni dan konsekuen menjadi perhatian, kepedulian, dan tanggung jawab kita bersama.* ant
Editor: Hariyawan