Diantaranya manipulasi anggaran terkait penanganan pandemi COVID-19, pekerjaan infrastruktur serta mobilisasi aparatur birokrasi untuk memenangkan petahana di berbagai daerah, kata Deddy dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (18/7).
Untuk itu, Kementrian Dalam Negeri, KPK, Bawaslu dan Gakumdu harus melakukan pengawasan secara ketat terhadap aktivitas para petahana, katanya.
“Semua pihak terutama partai politik berkepentingan terhadap pelaksanaan pemilukada yang jurdil, berkualitas dan jauh dari kecurangan,” kata Deddy.
Dia menilai suatu hal yang wajar jika petahana memiliki potensi besar memenangkan persaingan apabila pembangunan yang dilakukan selama periode sebelumnya langsung dirasakan oleh rakyat.
“Petahana model itu patut diwaspadai semua pihak karena kondisi pandemi ini tidak saja menyediakan ruang yang besar untuk penyelewengan, tetapi juga membuka peluang bagi praktik politik uang karena himpitan ekonomi yang dirasakan rakyat,” katanya.
Selanjutnya menurut anggota Komisi VI DPR RI itu, para petahana yang telah mendapatkan tiket pasti akan segera bergerak memanfaatkan momentum pandemi ini untuk melakukan pencitraan secara besar-besaran.
Kegiatan pencitraan itu diyakini Deddy tidak akan bermanfaat banyak karena masyarakat pasti sudah punya pandangan terhadap kinerja para petahana.
“Rakyat sudah tahu, jika pada periode pertama para petahana ini hanya mampu berjanji maka tidak ada harapan mereka akan memenuhi janjinya pada periode kedua,” ujarnya.
Selain itu dia juga meminta Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi bersatu padu mengawasi para Aparatur Sipil Negara (ASN) agar benar-benar netral dalam penyelenggaraan Pilkada 2020.
Dia mengatakan penggunaan “refocusing” anggaran dan anggaran kehumasan perlu dipantau agar anggaran rakyat tidak digunakan untuk kampanye pemilu secara tidak etis.
Menurut dia, apabila Gubernur, Bupati dan kepala daerah ingin memberikan bantuan sosial, melaksanakan program atau promosi kehumasan maka wajib untuk memastikan hal-hal itu dilakukan atas nama kepala daerah dan wakilnya.
“Lebih baik lagi jika program-program seperti itu dihentikan sementara atau disalurkan secara netral oleh dinas-dinas terkait,” ujarnya. (net)