Dia mengklarifikasi kabar beredar yang menyebutkan dirinya mengusulkan kepada Kapolri untuk memperbolehkan masyarakat sipil bisa memiliki senjata api (senpi).
“Jangan percaya dengan pelintiran berita seolah-olah saya mengusulkan pada Kapolri soal kepemilikan senjata api untuk warga masyarakat,” kata Bamsoet dalam keterangannya di Jakarta, Senin (3/8).
Menurut Bamsoet yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Perkumpulan Pemilik Izin Khusus Senjata Bela Diri (DPP PERIKHSA) ini bahwa pernyataannya yang disampaikan saat berada di Bali untuk menggelar lomba asah kemahiran menembak bagi para pemilik izin khusus senjata api itu telah dipelintir.
Menurut dia, serangkaian tes tersebut mulai dari tes psikologi, pengetahuan tentang senpi, keamanan hingga keterampilan menembak reaksi dengan mengikuti kursus dan kemampuan lapangan.
“Kepemilikan senjata api setidak boleh sembarangan. Pemilik senjata api menurut standar keanggotaan DPP PERIKHSA, diwaiibkan memiliki sertifikat IPSC (International Practical Shooting Confederation) Indonesia, yang dikeluarkan oleh PB Perbakin untuk melengkapi persyaratan kepemilikan lain yang sudah ada sebagai mana diatur dalam Peraturan Kapolri,” ujarnya.
Selain itu menurut dia, orang yang boleh memiliki senpi juga harus memenuhi kualifikasi status jabatan tertentu dengan tingkat ancaman tertentu, seperti harus menduduki jabatan sebagai Komisaris Utama, Direktur Utama, Direktur Keuangan, Anggota DPR, MPR, pengacara dan lain-lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Politisi Partai Golkar itu mengatakan kepemilikan senjata api bagi sipil harus tetap mengacu pada peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 18 tahub 2015 tentang kepemilikan senjata api dengan tujuan membela diri.
Menurut Bamsoet yang juga Anggota Dewan Penasehat PB Perbakin itu, dalam Pasal 1 disebutkan, senjata api yang boleh dimiliki masyarakat sipil adalah senjata api nonorganik atau senjata yang bukan standar Polri dan TNI, yaitu cara kerja senjata tersebut adalah manual atau semi otomatis.
“Ada tiga jenis senjata nonorganik yang diizinkan penggunaannya oleh masyarakat sipil adalah senjata api peluru tajam, senjata api peluru karet, dan senjata api peluru gas,” katanya.
Menurut dia, sedangkan untuk senjata api peluru tajam adalah yang memiliki kaliber 12 GA untuk jenis senapan dan 22, 25, 32 untuk jenis pistol atau revolver sementara untuk senjata api peluru karet dan senjata api peluru gas hanya yang memiliki kaliber paling tinggi 9mm.
“Terkait syarat mengajukan izin, Pasal 8 mengatur hal tersebut yaitu seorang individu harus memiliki kartu identitas yakni KTP dan KK, berusia paling rendah 24 tahun yang dibuktikan oleh akte kelahiran, sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan dari dokter Polri, memenuhi persyaratan psikologis yang dibuktikan dengan surat keterangan dari psikolog Polri, berkelakuan baik,” katanya.
Selain itu menurut dia, memiliki keterampilan dalam penggunaan yang dibuktikan dengan sertifikat menembak dengan klasifikasi paling rendah kelas III yang diterbitkan oleh Sekolah Polisi Negara (SPN) atau Pusat Pendidikan (Pusdik) Polri, lulus wawancara terhadap questioner yang telah diisi pemohon yang dilaksanakan Ditintelkam Polda dengan diterbitkan surat rekomendasi dan dapat dilakukan wawancara pendalaman oleh Baintelkam Polri.
“Lalu harus memahami peraturan perundang-undangan tentang Senjata Api, memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) atau Akte Pendirian Perusahaan yang dikeluarkan oleh Notaris, bagi pengusaha,” katanya.
Selain itu menurut dia tidak sedang menjalani proses hukum atau pidana penjara, tidak pernah melakukan tindak pidana yang terkait dengan penyalahgunaan senpi atau tindak pidana dengan kekerasan, dan surat pernyataan kesanggupan tidak menyalahgunakan senjata.
Dia menegaskan bahwa izin kepemilikan senpi hanya berlaku selama 5 tahun, dan izin penggunaan berlaku selama 1 tahun. (net)