SOREANG.bipol.co- Isu dugaan ketidaknetralan Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Bandung 2020, terus bergulir. Isu ini bergulir ketika Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Bandung, menemukan dan memeriksa sedikitnya 14 ASN yang ditengarai menyalahi aturan kode etik sebagai ASN alias tidak netral.
“Perdebatan” antara Bawaslu dan pihak Pemerintah Kabupaten Bandung pun tak terelakan, ketika seorang ASN, AYP diduga turut hadir dalam tahapan tes kesehatan yang dilakukan salah satu pasangan bakal calon di RSHS Bandung beberpa waktu lalu.
Antara Bawaslu vs Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Bandung pun saling bantah. Kepala BKPSDM Kabupaten Bandung H Wawan A Ridwan, menilai kasus pemanggilan dan pemeriksaan AYP yang bertugas sebagai Sekertaris Kecamatan di salah satu kecamatan di Kabupaten Bandung itu salah sasaran. Sementara Bawaslu tetap pada argumennya, bahwa kasus AYP masih dalam proses pemeriksaan dan belum ada putusan.
Koordinator Divisi Pengawasan dan Hubungan Antarlembaga Bawaslu Kab Bandung Hedi Ardia, menyatakan, sejak awal kasus ini mencuat pihaknya tidak menyebutkan nama person dan memilih diksi diduga karena menganggap belum jelas status hukumnya.
“Tapi, tiba-tiba setelah muncul berita dugaan adanya ASN seperti kebakaran jenggot. Padahal, kan kami juga harus melakukan klarifikasi terhadap terduga,” katanya, kepada wartawan, Minggu (20/9/20).
Bahkan ironisnya, tutur Hedi, terduga AYP berkoar di media yang merasa keberatan karena dirinya telah diklarifikasi dan menganggap dirinya telah dianggap bersalah. Padahal itu asumsinya sendiri.
Pasalnya, proses klarifikasi aja masih berlangsung dan belum ada putusan pleno apapun terkait kasus tersebut. Yang disampaikan oleh Bawaslu di media, papar Hedi, hanya menyangkut prosesnya meminta keterangan yang bersangkutan dan disebutkan juga bahwa yang bersangkutan membantah.
“Hak dia membantah. Tapi, saya sebagai orang yang melihat langsung di lapangan juga harus mengkonfrontir dengan keterangan saksi-saksi kenapa merasa jadi tersakiti,” ujarnya.
Terkait Bawaslu salah sasaran karena pada saat kejadian dirinya sedang ada tugas dari Camat mengikuti rapat di pemda pada kejadian tersebut. Perlu publik ketahui, lanjut Hedi, bahwa kejadian tersebut berlangsung pada pukul 05.30-07.00 WIB. Logikanya pada jam tersebut yang bersangkutan otomatis tidak sedang dinas.
“Sekali lagi tidak ada gunanya beradu pantun seperti ini. Segala sesuatu ada mekanismenya. Kami punya cara tersendiri dalam bekerja dan maaf kalau tidak sesuai selera pihak lain. Sedangkan mengenai Bawaslu disebut tidak profesional? Memangnya dirinya profesional? Belajar lah dulu membuat alasan yang konsisten sehingga logis,” ujarnya.
Lebih lanjut dirinya justru mengaku prihatin, dengan banyaknya kasus pelanggaran netralitas ASN ini. Secara manusiawi dirinya, sebetulnya tak berharap itu bertambah seandainya semua ASN itu profesional memahami tugas, pokok dan fungsinya. Apalagi pihaknya menemukan adanya saudara CH selaku pejabat fungsional yang kedudukannya di BKPSDM sebagai Widyaiswara terindikasi melanggar ketentuan pasal 4 angka 15 huruf d dalam PP 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS.
Ditegaskan, dalam pasal tersebut dengan jelas tertera bahwa setiap ASN dilarang memberikan dukungan kepada bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Apalagi dengan cara mengadakan kegiatan yang diduga mengarah kepada keberpihakan terhadap bakal calon/pasangan calon peserta pemilu. Larangan tersebut berlaku sebelum, selama dan sesudah masa kampanye seperti pertemuan, ajakan, imbauan, seruan atau pemberian barang kepada ASN dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga dan masyarakat.
Seorang widya iswara, memiliki peran yang sangat penting. Dialah yang memberikan materi pembinaan kepada para ASN. Tugas tersebut, seharusnya bisa membuat widya iswara menjadi teladan bagi para ASN. “Bagaimana fokus mengamankan agar ASN yang lain tidak keluar jalur itu menjadi PR terbesar BKPSDM.” Ujarnya. [deddy]
Editor: Fajar Maritim