BIPOL.CO, JAKARTA – Belakang ramai soal adanya dokumen skandal pejabat negara yang diungkap Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lantas mengomentarinya.
Sebelumnya KPK mengimbau Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, agar melaporkan bukti dokumen skandal pejabat negara tersebut.
Ada 3 kasus besar yang diungkit oleh
Pihak PDIP pun menanggapi saran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). PDIP mengungkit ada tiga kasus besar yang harus segera ditangani KPK.
Hal ini disampaikan Juru Bicara PDIP, Guntur Romli, Rabu (1/1/2025), seperti dilansir Tribunkaltim.co.
Menanggapi saran KPK, Guntur mengingatkan supaya lembaga antirasuah itu lebih baik berfokus pada kasus yang mandek.
Satu di antaranya adalah dugaan korupsi ekspor biji nikel ilegal yang pernah disinggung almarhum ekonom senior, Faisal Basri.
Sebagai informasi, Hasto mengklaim memiliki dokumen-dokumen skandal pejabat negara yang saat ini telah dititipkan kepada pengamat militer, Connie Bakrie, di Rusia.
Dokumen-dokumen itu bakal dirilis sebagai bentuk perlawanan Hasto pasca-penetapan tersangka dirinya dalam kasus Harun Masiku.
1. Dugaan korupsi ekspor biji nikel
Kasus pertama yang disinggung Guntur Romli adalah dugaan ekspor biji nikel.
Ia menyebut, dalam pembahasan Faisal Basri, dugaan kasus tersebut telah merugikan negara hingga ratusan triliun.
“Sebaiknya KPK fokus saja pada kasus-kasus yang lama, yang masih mandek. Dugaan ekspor biji nikel yang merugikan negara ratusan triliun seperti yang disampaikan almarhum Faisal Basri,” kata Guntur, Rabu.
Diketahui, Faisal pernah ditanya soal dugaan sejumlah pihak sengaja membuat nikel di Indonesia cepat habis demi kepentingan-kepentingan pihak lain.
Faisal lantas menyinggung adanya penyelundupan ekspor biji nikel dari Indonesia sebanyak 5,3 juta ton.
Penyelundupan itu, kata Faisal, dilakukan oleh para petinggi Indonesia.
“Istilah itu merupakan nama perusahaan ataukah nama orang? Kenapa Medan?” tanya jaksa dalam sidang di Pengadilan Negeri Ternate, Rabu (31/7/2024).
Suryanto menjawab istilah tersebut berkaitan dengan Bobby Nasution.
“Hanya itu saja yang saya tahu. Kalau tidak salah itu (istilah Blok Medan, red) Bobby Nasution,” jawab Suryanto.
Kemudian jaksa kembali menanyakan apakah Bobby yang dimaksud merupakan Wali Kota Medan.
“Iya, yang saya dengar begitu,” kata Suryanto.
Suryanto mengaku, untuk memuluskan perijinan usaha pertambangan milik Bobby, ia sempat diajak untuk menghadiri pertemuan dengan salah satu pengusaha di Medan, Sumatra Utara.
Saat itu Suryanto datang menggantikan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Maluku Utara, Bambang Hermawan, yang tak bisa hadir.
“Saya hanya mendampingi Pak Gubernur,” tutur Suryanto.
Dalam persidangan itu, Abdul Gani mengaku istilah Blok Medan dipakai untuk pengurusan izin tambang di Halmahera untuk usaha milik istri Bobby, Kahiyang Ayu, yang juga merupakan putri Presiden Joko Widodo.
“Kode itu milik istri Wali Kota Medan, istrinya Bobby,” kata Abdul Gani Kasuba.
Mengenai hal tersebut, kala itu Bobby Nasution menyatakan siap untuk diperiksa terkait namanya yang muncul dalam persidangan Abdul Gani.
Dia menyebut akan mengikuti prosedur hukum termasuk apabila KPK memanggilnya.
“Saya ikut aja ya, saya ikut aja pokoknya,” ucap Bobby saat ditanya wartawan di Taman Cadika, Medan, Jumat (9/8/2024).
2. Pungli di KPK
Selain kasus dugaan ekspor biji nikel ilegal, Guntur Romli juga menyinggung adanya pungutan liar (pungli) di lembaga antirasuah oleh puluhan pegawainya selama periode 2018-2023.
“Airlangga Hartarto misalnya. Menantu Jokowi, Bobby Nasution,” kata Faisal, dikutip dari YouTube Refly Harun.
Ia mengaku mendapatkan daftar nama tersebut langsung dari KPK.
“Saya sebut nama, dan nama itu saya dapatkan dari KPK,” aku Faisal.
“Karena saya juga membantu KPK. Ini kan kasus korupsi, kerugian negara ratusan triliun.”
“Dan yang menunjukkan 5,3 juta ton itu saya. Kita diskusi, lantas tukar-menukar informasi dong,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Faisal membahas soal larangan ekspor biji nikel di Indonesia. Karena kebijakan itu, tidak ada data mengenai jumlah ekspor biji nikel di Indonesia, dalam kurun waktu 2020-2022.
Namun, kata Faisal, saat dicek di International Trade Center (ITC), didapati fakta, China ternyata mengimpor biji nikel dari Indonesia.
Sebagai informasi, ITC menampilkan data-data perdagangan negara yang menjadi anggota mereka.
“Saya cek China, ada. China mengimpor biji nikel dari Indonesia, ada ternyata. Indonesia yang tidak melaporkan,” jelas Faisal.
“(Ada data jumlah ekspor nikel ke China) 5,3 juta ton, dari tahun 2020 sampai 2022,” pungkas dia.
Sementara itu, nama Bobby Nasution pernah disebut dalam persidangan kasus korupsi yang menyeret mantan Gubernur Maluku, Abdul Gani Kasuba.
Diketahui, Abdul Gani dikatakan terlibat dalam pengaturan Izin Usaha Pertambangan (IUP) perusahaan diduga milik menanti Jokowi tersebut.
Abdul Gani menggunakan kode Blok Medan dalam memuluskan pengurusan izin usaha pertambangan di Maluku Utara.
Jaksa KPK, Andri Lesmana, lalu menanyakan istilah Blok Medan tersebut.
“(Sebanyak) 78 pegawai KPK terlibat pungli, masa hukumannya minta maaf,” sindir Guntur.
Dalam catatan Tribunnews.com, kasus pungli yang melibatkan 78 pegawai KPK itu berakhir dengan putusan etik berupa permintaan maaf secara langsung di hadapan Pimpinan, Sekretaris Jenderal (Sekjen), dan Dewan Pengawas (Dewas) lembaga antirasuah, Senin (26/2/2024).
Permintaan maaf itu diketahui digelar secara tertutup dan dibacakan langsung oleh pegawa terkait.
Dalam pernyataannya, mereka mengakui telah melakukan pelanggaran etik dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi.
“Dengan ini saya menyampaikan permintaan maaf kepada Komisi Pemberantasan Korupsi dan/ atau Insan KPK atas pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku yang telah saya lakukan, berupa menyalahgunakan jabatan dan/atau kewenangan yang dimiliki termasuk menyalahgunakan pengaruh sebagai Insan Komisi baik dalam pelaksanaan tugas, maupun kepentingan Pribadi dan/atau golongan,” dikutip dari rilis resmi KPK.
Dalam eksekusi putusan etik Dewas ini, Sekjen KPK menyampaikan pesan agar para kejadian serupa tak terulang.
Sebagai informasi, permintaan maaf ini merupakan tindak lanjut dari putusan Dewas KPK terkait pelanggaran etik yang dilakukan oleh 90 pegawai KPK.
Di antaranya, 78 orang dikenakan sanksi berat berupa permintaan maaf langsung dan terbuka.
Sementara, 12 lainnya diserahkan ke Sekjen KPK karena pelanggaran etik yang dilakukan tempus peristiwanya sebelum Dewas terbentuk.
Sebanyak 90 pegawai tersebut disidang etik pada Kamis (15/2/2024).
Mereka diketahui memungut pungli dari tahanan KPK setiap bulannya selama 2018-2023.
Pungli yang ditarik itu guna meloloskan para tahanan membawa berbagai barang-barang yang dilarang di rutan, di antaranya handphone.
Mereka disebut mematok biaya bagi para tahanan untuk memasukkan barang-barang “haram” ke dalam rutan sekitar Rp10 juta hingga Rp20 juta. Ada pula yang mematok kisaran Rp20 juta hingga Rp25 juta.
Sementara itu, ada juga yang mematok biaya bulanan untuk penggunaan handphone di dalam rutan yakni Rp5 juta per bulan.
Total nominal uang bulanan yang bisa mencapai Rp70 juta itu lalu dikumpulkan melalui korting, atau tahanan yang “dituakan”.
Kemudian, uang itu diserahkan ke sosok “lurah”, atau pihak yang mempunyai tugas untuk mengambil uang bulanan dari korting.
Setiap bulannya, para terperiksa disebut menerima uang sekitar Rp3 juta per bulannya dari periode 2018-2023.
Bahkan, sosok Plt. Kepala Rutan atau Karutan dan Koordinator Keamanan dan Ketertiban (Kamtib) Rutan ada yang menerima uang per bulan masing-masing Rp10 juta dan Rp6 juta per bulan selama periode 5 tahun tersebut.
3. Kasus CSR Bank Indonesia
Kasus ketiga yang diungkit Guntur Romli adalah CSR Bank Indonesia (BI) atau Program Sosial BI.
Guntur menilai adanya ralat mengenai penetapan tersangka dalam kasus itu, merupakan sebuah skandal.
“Kasus CSR BI, tersangka diralat, itu juga skandal,” kata dia.
Diketahui, pada 16 Desember 2024, KPK mengumumkan penetapan dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi CSR BI.
Namun, tiga hari berselang, Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, menyebut ada kesalahan dari pihaknya.
Tessa mengatakan belum ada surat perintah penyidikan menyebut nama tersangka.
“Kaitannya dengan apa yang disampaikan oleh Bapak Deputi, kemungkinan Beliau salah melihat atau mengingat perkara yang lain, jadi ada miss di situ, sehingga disebut sudah ada tersangka.”
“Bahwa sampai dengan saat ini surat perintah penyidikannya tidak menyebut nama tersangka. Jadi saya pertegas di situ,” kata Tessa di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (19/12/2024), dikutip dari Kompas.com.
Lebih lanjut, dalam keterangannya, Tessa mengungkapkan penyidik KPK masih menganalisa sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik terkait kasus tersebut.
Ia kala itu menyebut belum ada kegiatan lain, selain menganalisa barang bukti.
“Belum ada kegiatan lain yang dilakukan oleh penyidik. Penyidik masih menganalisis dokumen dan barang bukti yang disita pada saat proses penggeledahan dan penyitaan tersebut,” pungkasnya. (*)