BIPOL.CO, JAKARTA – Insiden pembubaran paksa oleh sekelompok orang tak dikenal tidak hanya terjadi dalam acara diskusi diaspora di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan. Tapi hal serupa juga terjadi dalam Aksi Global Climate Strike yang diinisiasi sejumlah lembaga swadaya masyarakata pada Jumat lalu, 27 September 2024.
Dikutip dari Tempo, Koalisi Global Climate Strike atau Jeda Iklim menyatakan mereka awalnya menggelar aksi damai di Taman Menteng, Jakarta Pusat. Berdasarkan kesaksian peserta, tindak intimidasi terjadi sejak persiapan aksi. Awalnya seseorang yang bukan peserta aksi itu melontarkan orasi memuji pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Pada siang hari, sekitar pukul 13.30 WIB, intimidasi secara terang-terangan pun terjadi. Sejumlah orang yang koalisi sebut sebagai preman merampas properti aksi seperti poster, pengeras suara, hingga patung manekin Jokowi. Lucunya, menurut mereka, aparat kepolisian yang berada di sana hanya diam saja.
“Perampasan tersebut terjadi tepat di depan aparat yang bertugas. Alih-alih melindungi jalannya aksi damai, polisi memilih untuk diam dan menyaksikan tindak kekerasan tanpa melakukan upaya untuk menghentikannya,” kata Koalisi Global Strike dalam keterangan tertulisnya yang diterima Tempo.
Meskipun terganggu, peserta aksi tetap mencoba untuk melakukan long march atau berjalan kaki. Namun, mereka terus mendapatkan intimidasi.
“Tiba-tiba dihadang sama preman, tanpa aba-aba tanpa tuntutan yang jelas, mereka teriak ‘bubar, bubar’,” ujar peserta aksi, Luthfi Maulana.
Luthfi mengatakan peserta aksi Global Climate Strike tidak menggubris intimidasi para preman dan melanjutkan berjalan hingga mendekati titik akhir, Skate Park (taman bermain skateboard) Dukuh Atas. Tepat sebelum Halte Dukuh Atas, para preman kembali menghadang dan meneriakkan kata, “Bubar, bubar”.
Polisi yang berjaga di lokasi, kata Luthfi, tidak sigap untuk menangkap preman yang membuat kericuhan tersebut. Luthfi menyatakan seorang polisi bahkan sempat mendekatinya saat kericuhan berlangsung.
Saat itu, Luthfi menyatakan si polisi bertanya siapa yang menggelar aksi tersebut. “Ini aksinya dari mana?” kata Luthfi menirukan pernyataan polisi tersebut.
“Gabungan organisasi pak, nggak satu doang,” jawab Luthfi
Polisi menimpalinya dengan pertanyaan serupa. “Iya organisasi apa?”.
“Ya banyak Pak, masa saya sebut satu-satu?” kata Luthfi.
“Ya sebut aja,” pinta polisi.
“Kalau saya dari pers, Konde,” ujar Luthfi.
“Ya ini nama organisasinya apa yang bikin? Mau buat laporan,” tutur polisi.
“Lah, tanya ke atasan Bapak lah kan kita izinnya ke Intelkam (Polda Metro Jaya), Pak. Tanya korlap atau gak yang tau (izin kegiatan ini). Saya pers, mau saya tunjukkin kartunya?” Luthfi bertanya balik ke polisi.
“Gak usah, terima kasih,” jawab polisi yang berlalu pergi.
Polisi yang tidak menertibkan tindak premanisme berimbas pada gelar aksi damai yang tidak maksimal. Luthfi menyampaikan aksi itu terpaksa disudahi lebih cepat dari jadwal yang seharusnya.
Peristiwa terjadi sehari sebelum sekelompok orang membubarkan diskusi diaspora yang digelar di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan. Sejumlah orang langsung masuk ke dalam ruangan diskusi dan merusak sejumlah properti milik panitia. Polda Metro Jaya menyatakan telah menangkap lima pelaku. Dua diantaranya telah menjadi tersangka sementara tiga lainnya masih didalami perannya. (*)