BIPOL.CO, BANDUNG – Target pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Bandung anggaran tahun 2024 tidak tercapai.
Seperti diketahui, target PAD Kabupaten Bandung tahun 2024 mencapai Rp 1,7 triliun dan hanya tercapai Rp 1,4 triliun.
Tidak tercapai target diantaranya karena sumber primadona PAD yakni, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) serta retribusi reklame turun drastis.
Kepala Bapenda Kabupaten Bandung, Achmad Djohara mengakui, tidak tercapainya target tersebut juga dipengaruhi situasi politik yang terjadi. Termasuk di Kabupaten Bandung yang memiliki 31 kecamatan
Hal itu disampaikan Achmad Djohara didampingi Kabid P2O, Ganda dan Kabid Pendapatan P2 Babam Nurjaman, saat ditemuai di Soreang, Senin (14/1/2025).
Mengenai turunnya pendapatan dari retrbusi reklame, Achmad Djohara mengatakan, itu karena bilboard atau tempat–tempat reklame di beberapa titik digunakan untuk sosialisasi Pemilihan Presiden (Pilres), pemilihan legislatif (Pileg) pemilihan gubernur (pilgub) hingga Pemilihan bupati (pilbup).
Termasuk, katanya, mengenai pendapatan dari BPHTB juga mengalami penurunan, dari target sekitar Rp 400 milyar, hanya terealisasi sekitar Rp 275 miliaran.
“Lost potensi itu dampak dari penggabungan PTPN menjadi 3 dari 8 perusahaan perkebunan yang tersebar di tujuh kecamatan se-Kabupaten Bandung,” ungkapnya.
Achmad Djohara menuturkan, dari kebijakan itu Pemkab Bandung kehilangan potensi pendapatan sekitar Rp 471 miliar dari luas lahan sekitar 225 ribu hektar. Selain itu, adanya proyek nasional kereta api cepat atau KCIC, yang merupakan proyek strategis nasional (PSN).
Ia menyebut, hilangnya pendapatan itu bukan masuk ke kantong pribadinya, tapi akibat situasi dan kondisi yang terjadi di lapangan.
Namun, tambahnya, bila BPHTB PTPN tertagih, Bapenda hebat karena itu bisa menambah pendapatan hingga ratusan miliar.
Dia menambahkan, untuk 2025 juga ada lost potensi BPHTB dari masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), dengan proyeksi pemerintah pusat melalui kebijakannya pembangunan 3 juta rumah.
“Kebijakan itu untuk kesejahteraan masyarakat yang berpenghasilan Rp 7 juta-Rp 8 juta per bulan, di sisi lain kita kehilangan potensi pendapatan sampai Rp 26 miliar. Sebenarnya di 2024 hampir 6 ribu unit lebih rumah bersubsidi yang sudah diperjualbelikan di Kabupaten Bandung,” katanya
Mengenai penghapusan BPHTB, Achmad mengemukakan, yang terkena penghapusan itu BPHTB dengan nilai di bawah Rp 200 jutaan. “Jadinyidak semuanya dihapus. Kalau semua dihapus, masa orang-orang kaya engga bayar pajak,” ucapnya.
Dengan penghapusan itu, imbuh dia, berdampak pada berkurangnya pendapatan. Jadi untuk menggantinya, pihaknya menggali dari potensi PBB Perkebunan, Perhutanan dan Pertambangan (P3) yang sudah dialih fungsikan.
Ia mencontohkan, perkebunan di Ciwidey, sampai saat in belum terproses pendataan dan pendaftaran objek pajaknya, karena NJOP nya masih masuk di PBB P3.
“Jadi satu sisi ada lost potensi sementara yang lainnya ada peluang untuk menambah pundi – pundi PAD. Tinggal, bagaimana caranya Pemkab Bandung berkoordinasi dengan pemerintah pusat agar melimpahkan PBB P3 nya ke P2,” kata Achmad Djohara.
Sedangkan kewenangan PBB P3 masih oleh pemerintah pusat. “Kita tinggal koordinasi saja, khususnya dengan PTPN agar PBB P3 yang sudah dialih fungsikan dialihkan ke PBB P2,” tuturnya.
Mengenai corporate social responsibility (CSR) yang kemungkinan jadi sumber pendapatan baru, Achmad menjelaskan, CSR sudah dikelola oleh dinasnya masing- masing, sementara Bapenda hanya sebatas koordinasinya saja.
“Yang sudah masuk itu baru CSR dari BJB, BPR Kerta Raharja, Perumda Tirtaraharja dan BLUD rumah sakit daerah,” paparnya. (Ads)