“Dalam menghadapi kejahatan transnasional saat ini para penegak hukum sebuah negara tidak bisa berdiri sendiri dalam melawan kejahatan seperti itu ataupun memberantasnya,” ucap Cahyo dalam keterangan tertulis yang diterima, Senin (18/11).
Acara tersebut dihadiri pula Sekretaris Utama Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Karjono, Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Sugeng Riyanta, dan Ketua Umum Konsultan Hukum Pertahanan Indonesia Nurwidiatmo.
Menurut dia, sebuah negara harus segera melakukan pemberantasan tindak pidana transnasional, karena jika tidak segera dilakukan akan merusak proses politik, melemahkan keamanan, membahayakan masyarakat, serta menghambat pembangunan ekonomi.
“Indonesia dan negara-negara lainnya tentu sudah melakukan beberapa tindakan seperti yang dilakukan dalam negeri melalui undang-undang dan kebijakan,” ujar Cahyo.
Adapun MLA yang dioperasikan dengan kerja sama hukum yang ada, menurut dia, merupakan salah satu instrumen paling penting untuk investigasi lintas batas penegakan hukum internasional.
Cahyo menjelaskan dalam banyak kasus, akses ke informasi, dokumen, dan intelijen diperlukan agar otoritas penegak hukum dapat mendeteksi, mencegah, serta menyelidiki kejahatan.
“Ada beberapa landasan kerja sama internasional perjanjian multilateral seperti UNTOC, UNCAC, Drugs Convention, Regional (ASEAN) seperti ASEAN MLAT, ACTIP, perjanjian bilateral MLA dan Ekstradisi, prinsip resiprositas (timbal balik) hubungan baik,” kata dia. (ant)