SUKABUMI, bipol.co – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Sukabumi membongkar dugaan korupsi pada proyek NUSP-2 (Neighborhood Upgrading and Shelter Project phases 2) atau program penanganan kawasan kumuh. Dugaan korupsi yang membelit proyek NUSP 2 di Kelurahan Sukakarya, Kecamatan Warudoyong, Kota Sukabumi.
Tidak tanggung-tangung dari kasus NUSP 2 Sukakarya itu, jaksa menetapkan lima orang tersangka yang berasal dari BKM (Badan Keswadayaan Masyarakat) Kelurahan Sukakarya, advisor coordinator, dan city coordinator. Kelima tersangka kini ditahan di Lapas Nyomplong, Kota Sukabumi.
“Pemeriksaan dilakukan pada program NUSP-2 tahun anggaran 2016 sampai tahun 2018. Kami menemukan bukti adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam bentuk penyalahgunaan dana,” kata Kepala Kejari Kota Sukabumi, Ganora Zarina, didampingi Kasi Intel, Bobon Robiana, dan Kasi Pidsus, Firmansyah, dalam konferensi pers di kantornya, Rabu (4/12/2019).
Para tersangka yang kini harus mendekam di ruang tahanan, terdiri atas Ketua BKM, Sukakarya TFK; anggota BKM, EP dan AS; advisor coordinator YS; dan city coordinator, RDS. Tersangka AS ditahan lebih dulu, yakni pada Jumat (29/11/2019), sedangkan empat lainnya ditetapkan sebagai tersangka pada Senin (2/12/2019).
Kelurahan Sukakarya mendapat kucuran dana NUSP-2 selama tiga tahun berturut-turut sejak 2016 sebesar Rp1 miliar, Rp900 juta, dan Rp500 juta untuk tahun 2018. Dana pinjaman dari Asian Developmen Bank (ADB) itulah yang dijadikan objek permainan korupsi oleh para tersangka.
Ganora menjelaskan, dari Laporan Hasil Penghitungan oleh Inspektorat Kota Sukabumi Nomor: 700.04/01/PKKN/Inspektorat/2019 tanggal 18 November 2019, kerugian negara yang ditimbulkan akibat penyimpangan Program NUSP-2 di Kelurahan Sukakarya tahun 2016, 2017, dan 2018 sebesar Rp570 juta.
“Berdasarkan hasil pemeriksaan saksi dan tersangka, barang bukti surat dan pemeriksaan ahli, baik dari ahli teknis dan Tim Audit Keuangan Negara Tim, penyelidikan yang kami lakukan menemukan indikasi penyimpangan pelaksanaan Program NUSP 2 pada BKM Sukakarya,” ujar Kepala Kejari.
Modus korupsi yang dijalankan para tersangka, antara lain mark-up dalam pembelian bahan material untuk kegiatan tahun 2016, 2017, dan 2018; selisih volume dan tidak sesuainya spesifikasi dalam Rencana Anggaran Belanja yang tertuang dalam Rencana Keswadayaan Masyarakat; dan manipulasi laporan pertanggungjawaban.
Selanjutnya, adanya pelaksanaan kegiatan yang tidak sesuai dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dari Kementerian PUPR; adanya penitipan harga dalam setiap pembelian bahan material yang dilakukan oleh para tersangka dan beberapa oknum masyarakat; dan adanya bagi-bagi uang yang dilakukan oleh Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) dari kelebihan uang pembangunan.
“Seharusnya apabila ada kelebihan uang, maka yang tersebut harus dipergunakan kembali untuk pembangunan yang lainnya,” jelas Ganora.**
Reporter: Firdaus | Editor: Hariyawan