JAKARTA, bipol.co – Kursi Ketua MPR diminati banyak partai politik. Pakar hukum tatanegara, Yusril Ihza Mahendra, menilai kursi Ketua MPR memang sudah menjadi tradisi dibagikan ke pihak-pihak yang perlu mendapat jabatan supaya politik tetap stabil.
“Sejak awal reformasi, jabatan Ketua MPR selalu merupakan sebuah kompromi dalam rangka bagi-bagi kue kekuasaan untuk menjaga stabilitas politik,” kata Yusril kepada wartawan, Kamis (25/7/2019).
Yusril lantas mengilas balik masa-masa dahulu. Pada awal reformasi, Amien Rais tidak maju menjadi capres dan memilih menjadi Ketua MPR, parpol-parpol lain sepakat soal itu.
“Amien Rais jadi Ketua MPR waktu itu adalah kompromi antarpartai dalam rangka bagi-bagi kue kekuasaan. Dia tidak maju jadi capres dan memilih jadi Ketua MPR, dan itu disepakati oleh partai-partai lain. Akbar Tandjung disepakati jadi Ketua DPR. Megawati, Gus Dur, dan saya maju ke pencalonan presiden. Tapi saya mundur beberapa menit sebelum voting di MPR,” tutur Yusril.
Ini berbeda dengan posisi Ketua DPR yang otomatis dijabat oleh partai yang mempunyai suara terbanyak di DPR.
“Di MPR, ketentuan seperti itu tidak ada. Wajar saja jika banyak partai memperebutkan jabatan Ketua MPR tersebut,” kata mantan Menteri Hukum dan Perundang-undangan era Gus Dur ini.
Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) ini menjelaskan, kini posisi Ketua MPR berfungsi sebagai simbol jika negara tetap dalam keadaan normal. Ketua MPR adalah Ketua Lembaga Negara yang mempunyai beberapa kewenangan strategis, antara lain mengubah Undang-Undang Dasar, melantik Presiden dan Wakil Presiden, dan memberikan keputusan akhir bila terjadi proses pemakzulan Presiden.
MPR juga punya kewenangan memilih wakil presiden jika wakil presiden yang menjabat berhalangan tetap, serta memilih presiden dan wakil presiden dalam hal terjadi kevakuman secara bersamaan.
“Namun Ketua MPR menjalankan tugasnya secara kolektif kolegial bersama-sama para Wakil Ketua. Artinya, Ketua tidak dapat mengambil keputusan sendiri dalam hal penentuan agenda dan materi persidangan, melainkan dalam Rapat Pimpinan yang memerlukan persetujuan para Wakil Ketua yang lain,” kata Yusril.
Ketua MPR tidak bisa bertindak sendiri mengatasnamakan MPR dalam mengambil keputusan. Kecuali, keputusan diambil lewat rapat paripurna MPR. Keputusan rapat paripurna MPR juga harus ditandatangani para pimpinannya secara bersama-sama.
Hingga kini tercatat Partai Golkar sudah menyatakan punya kader-kader terbaik untuk menjadi calon ketua MPR. PPP juga menyiapkan dua nama untuk menduduki kursi ketua MPR. Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akan memutuskan ketua MPR dari Partai Demokrat pada Oktober nanti. Prabowo Subianto akan memutuskan calon ketua MPR dari Partai Gerindra. Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar juga hendak menjadi ketua MPR. **
Editor: Hariyawan