Bamsoet menilai kedua konsekuensi itu ditentukan perilaku masyarakat sendiri, sedangkan peran aparatur pemerintah bersama TNI dan Polri di ruang publik sebatas menjadi faktor pendorong kepada masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan new normal (normal baru).
“Siapa pun tidak boleh meremehkan potensi ancaman dari COVID-19 sehingga kepatuhan pada protokol kesehatan bersifat mutlak,” kata Bamsoet dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (31/5).
Terlebih, menurut dia, masyarakat di empat provinsi serta 25 kabupaten/kota akan menerapkan normal baru dalam beberapa hari mendatang.
“Sukses normal baru menjadi pertanda keberhasilan masyarakat memutus rantai penularanCOVID-19. Sebaliknya, jika gagal, semua harus bergerak mundur lagi karena bergulat memerangi gelombang kedua penularan COVID-19,” ujarnya.
Bamsoet mencontohkan pengalaman warga kota Seoul di Korea Selatan (Korsel) sebagai pembelajaran. Selama 2 minggu setelah menerapkan normal baru pada tanggal 6 Mei 2020, pemerintah Korsel memberlakukan lagi pembatasan sosial selama 2 minggu di Seoul, mulai 29 Mei hingga 14 Juni 2020.
Menurut dia, pembatasan sosial di Seoul kembali diberlakukan karena terjadi gelombang kedua penularan COVID-19 dari kluster baru yang terdeteksi ibu kota negara itu.
“Ruang publik di Korsel kembali ditutup, sedangkan sektor bisnis diminta lebih berhati-hati mengatur jam kerja. Pandemi gelombang kedua ini harus kita cegah agar tidak terjadi di Indonesia,” katanya.
Oleh karena itu, dia mendorong masyarakat bertekad menghindari pengalaman buruk warga Kota Seoul normal baru yang akan diterapkan di empat provinsi serta 25 kabupaten/kota harus sukses dan produktif sehingga pemulihan kehidupan bisa terus berlanjut di tengah Pandemi COVID-19.
“Pemulihan kehidupan berarti karyawan bisa mulai bekerja lagi, beribadah di rumah-rumah ibadah, pasar aktif lagi sebagai titik temu penjual dan pembeli, hingga peluang bagi anak dan remaja kembali ke sekolah atau kampus,” katanya. (net)