Anggota Ombudsman RI Adrianus Meliala, di Jakarta, Selasa (2/6), mengatakan Ombudsman meminta penjelasan DKPP melalui surat Ketua Ombudsman Nomor B/577/LM.15-K1/0108.2020/IV/2020 mengenai dugaan penyimpangan prosedur pemberhentian Evi Novida Ginting Manik.
“Terkait itu kami melakukan satu permintaan keterangan kepada DKPP, namun kemudian dijawab tidak bisa diberikan keterangan, dengan kata lain semacam penolakan, kami kemudian mengejar dengan meminta pertemuan melalui media daring tetapi juga ditolak,” kata dia.
DKPP selalu berdalih dan berlindung pada Pasal 112 ayat (2) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu dimana putusan DKPP bersifat final dan mengikat.
“Untuk ke depannya kami meminta kerja sama dari DKPP mengingat akan ada kemungkinan lagi DKPP kembali dilaporkan oleh berbagai pihak terutama karena kita akan menghadapi pilkada (pemilihan kepala daerah),” ujarnya.
Adrianus Meliala menjelaskan, Evi Novida melaporkan dugaan penyimpangan prosedur oleh DKPP RI terkait proses pemberhentian dirinya.
Pada peraturan itu seharusnya rapat pleno putusan pemberhentian penyelenggara pemilu dilakukan secara tertutup oleh tujuh Anggota DKPP kecuali dalam keadaan tertentu dihadiri paling sedikit lima orang anggota DKPP.
“Sedangkan terhadap pengaduan nomor 317-PKE-DKPP/X/2019 tersebut, rapat pleno putusan 10 Maret 2020 hanya dihadiri 4 orang Anggota DKPP,” ucap Adrianus.
Selain itu, berdasarkan pasal 32 ayat (10) Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2019, pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik dilaksanakan dengan menghadirkan pihak teradu.
“Namun dalam hal ini, pelapor (Evi) merasa tidak diberikan kesempatan yang cukup untuk memberikan penjelasan atau melakukan pembelaan diri,” tuturnya.
“Kami terhadang karena peradilan TUN sudah dimulai, dan sesuai ketentuan undang-undang kami harus menghentikan suatu laporan yang sudah menjadi bahan pemeriksaan pengadilan.” ujarnya. (net)