JAKARTA.BIPOL.CO – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nusa Tenggara Timur (NTT) mengkritik keputusan pemerintah yang tidak menetapkan bencana di (NTT) sebagai darurat bencana nasional.
Walhi menilai, keputusan pemerintah yang hanya menetapkan tanggap darurat belum sepenuhnya dapat menangani dampak bencana banjir bandang dan tanah longsor di wilayah tersebut. NTT.
“Satu Minggu Pasca Bencana (NTT) Pemerintah masih gagap. Pemerintah masih belum menetapkan status darurat bencana nasional. WALHI NTT menilai bahwa dengan respons tanggap darurat belum cukup untuk menangani bencana yang terjadi di NTT,” kata Koordinator Desk Kebencanaan WALHI NTT Dominikus Karangora dalam keterangannya, Kamis (8/4).
Jika melihat kondisi di lapangan, persyaratan penetapan status darurat bencana nasional sesuai amanat UU No 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, sudah dapat ditetapkan sebagai Bencana Nasional.
Mengingat berdasarkan catatan WALHI, sebaran bencana yang terjadi di NTT sudah mencapai 73% dari total 22 Kabupaten atau Kota.
“Ini artinya hampir sebagian besar wilayah NTT terdampak, namun sampai saat ini masih ada kabupaten yang sulit dijangkau untuk penyaluran bantuan contohnya kabupaten Malaka, Sabu Raijua dan Rote Ndao,” kritik Dominikus.
Belum lagi pemerintah daerah yang gagap koordinasi antar lembaga. Baik di tingkat kabupaten atau kota maupun di tingkat provinsi yang buruk dan lamban.
Sampai saat ini, baru 2 kabupaten yang menetapkan status darurat bencana dari 16 kabupaten/kota terdampak yaitu Kabupaten Sumba Timur dan Kabupaten Lembata.
“Sementara pemerintah provinsi sendir, seperti masih acuh dalam mengambil sikap pada proses penanggulangan bencana ini saat ini,” sesal Dominikus.
Melihat fakta tersebut, harapannya pemerintah pusat bisa mengambil sikap tegas dari pemerintah provinsi dalam menetapkan status bencana. Dengan demikian pemerintah pusat dapat menunjukkan tanggung jawab dengan pengerahan sumber dayanya.
“Pemerintah pusat sangat mumpuni untuk proses penanggulangan bencana dan rekonstruksi pasca bencana. Secara regulasi pun, sudah seharusnya pemerintah pusat mengambil alih penanggulangan bencana di NTT,” tandasnya.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo menyampaikan, alasan pemerintah pusat tidak menetapkan status darurat bencana nasional setelah bencana alam terjadi di NTT dan di Bima, NTB.
Menurutnya, saat ini pemerintahan daerah di wilayah terdampak bencana masih bisa diselenggarakan dan tidak lumpuh. Status darurat bencana alam ditetapkan ketika pemerintah di daerah terdampak lumpuh sama sekali.
“Seluruh pemerintahan masih tetap berjalan. Di provinsi masih berjalan, kabupaten, kota masih berjalan. Tidak ada satupun provinsi dan ibu kota yang lumpuh. Artinya, kegiatan pemerintah masih berjalan kemudian,” ujar Doni, Senin (5/4).
Hampir seluruh wilayah NTT dan sebagian wilayah NTB dilanda cuaca ekstrem sejak Minggu (4/4/2021) dini hari yang dipicu oleh Siklon Tropis Seroja. Bencana banjir bandang, tanah longsor dan angin kencang itu mengakibatkan korban jiwa, korban luka dan warga mengungsi.