PWNU Jabar dan Pemkab Purwakarta Gelar Seminar: Melacak Jejaring Santri Ajengan Sukamanah

- Editor

Minggu, 26 Februari 2023 - 22:42 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

BIPOL.CO, PURWAKARTA – Mikihiro Moriyama seorang Guru Besar Studi Indonesia Nanzan University, Nagoya, Jepang dalam pengantar buku Ajengan Sukamanah menulis, sejarah itu selalu hidup, terus-menerus berubah. Penulisan adalah suatu representasi pemahaman dengan interpretasi peneliti dan penulis.

Menurut Mikihiro, penulis buku Ajengan Sukamanah atau Biografi KH. Zainal Musthafa Asy Syahid, Iip D. Yahya adalah penulis sejarah yang handal. Kang Iip juga membuktikan bahwa sejarah itu dinamis dan berubah dengan penemuan baru dalam buku yang ditulisnya.

Hal itu terungkap pada Seminar Diaspora Penyintas Perlawanan Sukamanah: Melacak Jejaring Santri KH Zainal Musthafa yang digelar Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PWNU Jawa Barat dan Pemkab Purwakarta di Bale Paseban, Sabtu 25 Februari 2023.

Dalam buku yang ditulis Direktur Media Center PWNU Jawa Barat itu ditulis, perlawanan Ajengan Sukamanah, KH Zainal Musthafa, di Tasikmalaya pada tahun 1944, disebut sebagai pemberontakan sipil terbesar dalam sejarah militer Jepang di tanah Jawa. Hal itu memang diakui sendiri oleh Kenpeitai, polisi militer Jepang, yang berhadapan dengan KH Zainal Musthafa beserta ribuan pengikutnya yang terjadi pada Jumat, 18 Feburari 1944.

Pengakuan itu disampaikan Keinpetai melalu sebuah dokumen yang diterbitkan dalam buku The Keinpeitai in Java and Sumatra (2010), karya S Barbara Gifford Shimer dan Guy Hobbs. Buku tersebut kemudian dikutip Kang Iip.

Sementara, Pimpinan Pondok Pesantren Raudlatut Tarbiyyah Liunggunung, Plered, Purwakarta, KH. Ahmad Anwar Nasihin yang menjadi salahsatu narasumber dalam seminar tersebut mengungkapkan, awalnya, Ajengan Sukamanah ini menentang sejumlah kebijakan kolonial Jepang yang merugikan dan menindas rakyat Indonesia. Kebijakan pertama adalah soal upeti padi yang membebani rakyat.

“Apalagi saat itu kondisi sedang paceklik hingga membuat rakyat kesulitan. Kebijakan kedua yang ditentang KH Zainal Musthafa adalah kerja paksa (romusha). Jepang sudah mengirimkan tenaga kerja paksa ke seluruh wilayah di Indonesia dan Asia sejak Oktober 1943,” ujar Kang Anwar, seraya mengatakan bahwa sang kakek yaitu KH. Didi Izuddin, merupakan santri Ajengan Sukamanah.

Selanjutnya kebijakan ketiga yang dinilai melukai umat Islam dan sangat ditentang Ajengan Sukamanah adalah kewajiban Kyujo Yohai, yakni menghormati istana Kaisar Jepang di Tokyo dengan cara membungkukkan badan arah timur mirip ruku dalam shalat. Kebijakan ini dikenal pula sebagai Saikeirei.

Dalam buku yang ditulis Kang Iip juga diketahui bahwa pada tahun 1944, kebijakan upeti beras semakin keras. Bahkan banyak santri yang hendak mondok di Pesantren KH Zainal Musthafa dirampas bekalnya oleh tentara Jepang dan antek-anteknya. Kondisi itu tentu saja meresahkan masyarakat dan membuat Ajengan Sukamanah kian marah.

Kemarahan dan sikap perlawanan Ajengan Sukamanah terhadap kolonial ditunjukkan dengan ceramahnya yang keras terhadap Jepang. Selain itu, Ajengan Sukamanah juga menolak melakukan Saikeirei setiap menghadiri pertemuan dengan pemerintah atau juga perkumpulan ulama.

Sikap Ajengan Sukamanah seperti itu mulai terendus militer Jepang. Pihak Jepang menganggap bahwa KH Zainal Musthafa hendak melawan kolonial. Apalagi, pihak militer Jepang juga mendengar informasi dari mata-matanya bahwa Ajengan Sukamanah sedang melatih santri dan masyarakat ilmu bela diri pencak silat. (Untuk kisah berikutnya dapat Anda baca pada buku setebal 126 halaman yang diterbitkan pada tahun 2021 itu).

Sementara, Iip D. Yahya selaku penulis buku yang resmi diluncurkan pada tahun 2021 itu juga hadir dalam seminar tersebut. Ia mengatakan bahwa buku yang ditulisnya memberikan gambaran yang lebih utuh hasil dari riset yang sudah ada tentang perjalanan KH. Zainal Musthafa.

Tampak hadir juga Bupati Purwakarta Anne Ratna Mustikan dan sejumlah perwakilan Forkopimda setempat, Ketua PCNU Kabupaten Purwakarta dan jajaran IPNU dan Banom KBNU lainnya.(*)

Berita Terkait

Gelar KLASIK, Dispusipda Jabar Kenalkan Kisah Heroik Bojong Kokosan pada Generasi Muda
15 Dalang Muda se-Jabar Berebut Bokor Mas Kencana Astagina di Kabupaten Bandung
18 Ribu ASN di Kabupaten Bandung Dikerahkan untuk Jadi Bapak atau Ibu Angkat dari Anak Pengidap Stunting
Festival Tunas Bahasa Provinsi Jabar, Perkuat Pengarusutamaan Bahasa Ibu agar Tetap Eksis
Peringatan Hari Ayah: Ayahku Pahlawan Keluarga
Mengintip Semangat dan Konsistensi Toko Organis Kampanyekan Gaya Hidup Minim Sampah
Punya Nyali Besar, Coba Sensasi Seru Menjelajah Rumah Hantu Braga!
Diresmikan, Klinik Utama Kardia Hadir di Kota Bandung Layani Penderita Jantung

Berita Terkait

Selasa, 28 November 2023 - 15:09 WIB

Ada Tersangka Baru Kasus Korupsi Proyek Smart City Kota Bandung

Minggu, 26 November 2023 - 19:06 WIB

MUI Minta Polisi Usut Ormas Adat Pasukan Manguni yang Diduga Lakukan Anarkis Terhadap Aksi Solidaritas Palestina

Minggu, 26 November 2023 - 15:04 WIB

Timnas AMIN Sebut Tokoh yang Tolak Gabung Karena Komunikasi Belum Selesai

Jumat, 24 November 2023 - 14:37 WIB

Raker Apdesi, Aliansi Peduli Pemilu: Tapi yang Diundang Menhan

Jumat, 24 November 2023 - 14:30 WIB

Di Hadapan Ribuan Kades, Prabowo: Tolong Dicatat Saya Tidak Minta Dukungan Kepala Desa Jabar di Sini Tapi Saudara Tidak Lupa Saya

Kamis, 23 November 2023 - 13:52 WIB

Ahmad Sahroni Katakan: Firli Bahuri Inisiatif Sendiri Harusnya Mundur, Dewas KPK Dinilai Lemah

Kamis, 23 November 2023 - 08:18 WIB

Polisi Tetapkan Ketua KPK Firli Bahuri Jadi Tersangka Pemerasan SYL

Rabu, 22 November 2023 - 12:30 WIB

Jenderal Agus Subiyanto Resmi Dilantik Sebagai Panglima TNI

Berita Terbaru

EKBIS

DKPP KBB, Gelar Gerakan Pangan Murah di Padalarang

Selasa, 28 Nov 2023 - 12:23 WIB