BIPOL.CO, JAKARTA – Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh terbunuh di Teheran beberapa hari lalu. Namun seperti ada pirasat dalam benak Haniyeh sebelum wafat.
Dia tampaknya tahu waktunya telah berakhir. Dalam komentar terakhirnya sebelum dibunuh di Teheran, kepala biro politik Hamas Ismail Haniyeh membahas tentang kehidupan, kematian, dan perlawanan.
Menurut Haniyeh, “Ini adalah norma. Dia memberi dan mencabut kehidupan. Dia memberi suka dan duka. Maha Suci Allah, yang menghidupkan dan mematikan. Insya Allah, negara ini abadi dan terus memperbarui. Seperti yang dinyatakan penyair, ‘Jika seorang pemimpin jatuh, yang lain akan bangkit, Insya Allah’.”
Dalam ulasan mengenai karier Haniyeh, Reuters mencatat representasi diplomatiknya yang kuat terhadap perjuangan Palestina selama serangan Israel di Gaza.
Pada bulan April, operasi Israel menewaskan tiga putra Haniyeh dan empat cucunya.
Serangan itu menewaskan sedikitnya 60 kerabat dan sepupu.
Setelah kematian mereka, Haniyeh berkata, “Darah anak-anakku tidak lebih berharga daripada darah orang-orang yang menjadi martir di Gaza; mereka semua adalah anak-anakku.”
Ia menambahkan, “Jika Tuhan berkehendak, kita akan membangun harapan, masa depan, dan kemerdekaan serta kebebasan bagi rakyat, tujuan, dan bangsa kita dengan darah para martir dan luka-luka dari mereka yang terluka. Darah ini yang bercampur dengan darah rakyat kita akan memperkuat tekad kita dan memastikan kemenangan kita.(*)