BIPOL.CO, BANDUNG – Sejak tahun 2013 Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung telah melewati dinamika dan tantangan dalam menerapkan konsep menuju kota cerdas atau Smart City.
Hal itu disampaikan Kepala Diskominfo Kota Bandung, Yayan A. Brilyana dalam tayangan Chanel Youtube Basa Basi Podcast Pokja PWI Kota Bandung, Rabu (22/1/2025).
Yayan meneruskan, setelah 11 tahun menjalankan konsep pemerintahan yang berbasis pada teknologi, Kota Bandung telah banyak mendapatkan pengakuan mulai dari tingkat nasional hingga internasional.
Menurut dia, berbagai penghargaan dan prestasi didapatkan Pemkot Bandung. Diantaranya meraih penghargaan dari majalah Jepang Yakkato pada 2017 hingga yang terbaru meraih predikat tertinggi dengan nilai Memuaskan mendapatkan nilai indeks Smart City 2024 se – Indonesia yaitu 3.93.
Tak hanya itu, Pemda Kota Bandung juga meraih nilai tertinggi Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) dari Kemen PAN-RB melalui surat Nomor 663 Tahun 2024 tentang Hasil Evaluasi Pusat dan Pemerintah Daerah. Nilai tertinggi SPBE tingkat Kota dengan indeks 4,59.
Dalam kesempatan ini, Yayan juga mengungkapkan tiga strategi utama dilakukan pemkot Bandung untuk menciptakan smart city. Yakni, pengembangan SDM, infrastruktur fisik dan digital, serta regulasi yang mendukung.
Dirinya juga memuji masyarakat Kota Bandung, karena dinilai memiliki kecerdasan dalam adaptasi digital atau melek digital. “Bandung yang menarik itu karena masyarakatnya yang cerdas. Masyarakat pengguna yang melek digital. Dan itu juga sudah diukur,” ujarnya.
“Seberapa melek masyarakat terhadap teknologi diukur dengan IMDI (Indeks Masyarakat Digital Indonesia). Jadi masyarakat yang paling melek digital di Indonesia itu adalah Kota Bandung. Sok silahkan di googling,” klaimnya.
Untuk itu, kata Yayan, pemerintah harus bisa mengimbangi terhadap minat masyarakat untuk pemenuhan digital. Salah satunya tidak ada lagi wilayah yang menjadi blankspot.
Meski konsep smart city yang diterapkan Pemerintah Kota Bandung dan mendapatkan pengakuan melalui sejumlah penghargaan. Yayan mengakui masih ada kekurangan dalam memenuhi semua infrastruktur yang dibutuhkan, namun dirinya memastikan bahwa secara mendasar Kota Bandung telah menyediakan.
“Soal kurang tentu masih ada, tapi kita secara mendasar sudah (memenuhi). Kota Bandung tidak ada lagi yang blankspot,” tegasnya.
Namun, lanjut Yayan, dengan menerapkan konsep smart city bukan berarti menghilangkan atau menihilkan masalah. “Smart city itu bukan kita memikirkan kota ini canggih, kota ini sudah tidak ada kemacetan dan tidak ad kejahatan dan lain sebagainya. Bukan seperti itu,” jelasnya.
“Gak bisa sempurna menghilangkan berbagai masalah. Tapi kita bisa meminimalisir masalah tersebut,” ungkapnya.
Kota Bandung menuju Smart City, karenanya berbicara tentang smart city, kata Yayan, dikerjakan dengan cara pentahelix. Tidak hanya bisa dikerjakan oleh pemerintah. Unsur akademisi, swasta, komunitas masyarakat serta media.
“Ini semua sepertinya beriringan. Apa pernah (dinas) Kominfo membangun tower seperti kabupaten dan kota lain banyak blankspot karena kurangnya jaringan? Di Kota Bandung kan tidak pernah pemerintah bikin tower. Yang bikin tower adalah pihak swasta,” jelasnya.
Lanjut Yayan, dunia akademisi juga sangat membantu pemerintah, terlebih teknologi-teknologi baru dan seringnya berdiskusi bagaimana penggunaan-penggunaan metaverse, block chain hingga AI dan lain sebagainya.
Begitu pula dengan unsur media massa atau pers, kata Yayan, kita selalu terbuka, melalui kerjasama supaya dapat mensosialisasikan program. Dan juga peran dari masyarakat karena melek terhadap dunia digital.
Untuk itu pihaknya optimis konsep menuju Smart City di Kota Bandung dapat berjalan dan semakin berkembang.
Meskipun tidak ada lagi zona blankspot di Kota Bandung, tantangan ke depan adalah bagaimana menciptakan biaya jaringan internet yang terjangkau bagi seluruh masyarakat Kota Bandung.
“Dalam rangka mengurangi coz (biaya) masyarakat. Saya kira yang harus kita pikirkan adalah menyediakan internet gratis buat masyarakat,” ungkapnya.
Selama ini, ketersediaan internet gratis di beberapa tempat di kewilayahan merupakan CSR dari perusahaan. Dari pemerintah belum ada. “Jadi kita sedang pikirkan, kalau memang ada kesiapan anggaran pemerintah memberikan free wifi (sambungan internet gratis). Itu bisa mengurangi beban masyarakat, itu bisa meningkatkan perekonomian masyarakat serta meningkatkan pendidikan,” harapnya.
Manfaat dan Dampak Penerapan Konsep Smart City bagi Pemerintahan
Dasar pemerintah menerapkan konsep Smart City adalah bagaimana melakukan transformasi dari manual ke digital. Smart City terdiri dari 6 dimensi, yakni
Smart governance, Smart branding, Smart economy, Smart environment, Smart living, Smart society.
Electronic Government (E-Gov) merupakan salah satu kekuatan yang dimiliki Kota Bandung dalam penerapan konsep Smart City. Pemerintah sudah bertransformasi dari manual ke digital dalam penyediaan pelayanan untuk masyarakat.
Dengan diterapkannya sistem pelayanan pemerintah kepada masyarakat yang berbasiskan online telah menggerus kerja konvensional. Dan itu merupakan suatu keniscayaan.
Menurut Yayan, ini merupakan dampak yang dihasilkan dari penerapan smart city. Dalam menerapkan Smart City, E-Gov, SPBE tanpa mengurangi ATK (Alat Tulis Kantor), tanpa mengurangi sumber daya manusia, berarti itu tidak berjalan efisien.
“Karena kuncinya smart city dan SPBE (E-Gov) adalah layanan yang paripurna dengan inovasi menghasilkan efisiensi. Itu kunci utamanya,” ujar Yayan.
Efisiensi juga pada akhirnya mengurangi beban waktu, pikiran dan biaya. “Kami di Diskominfo mengurangi ATK, cetakan. Kalau kita mau sosialisasi dengan pamflet-pamflet, saya coret tuh,” tegasnya.
“Untuk sosialisasi kita gunakan media sosial, tetapi kita juga tetap memerankan peranan media massa. Karena prinsifnya bagaimana memaksimalkan sosialisasi menggunakan media massa dan media sosial. Seperti bekerja sama dengan PWI atau media,” katanya.
Begitu juga dengan SDM (Sumber Daya Manusia), secara kuantitas pasti ada pengurangan. Karena itu risiko dalam mengurangi beban pemerintah. “Dalam artian beban itu kita alihkan,” imbuhnya.
“Yang tadinya untuk belanja hal-hal seperti itu, maka untuk memberikan layanan kepada masyarakat kita perkuat server-nya, kita amankan server-nya, kemudian kita bikin aplikasi yang bagus yang bisa dirasakan masyarakat,” beber Yayan.
Yayan juga menyadari, teknologi itu memang mahal. Namun itu hanya di awal saja. Tapi ke depannya akan mengefisienkan waktu, tenaga dan biaya.
Untuk saat ini, tenaga-tenaga administrasi di pemerintahan Kota Bandung sudah mengalami pengurangan. “Jadi sekarang tenaga-tenaga yang ada (Diskominfo) itu adalah tenaga ahli. Ahli grafis, ahli analisis, dan ahli rilis. Mungkin ke depan sudah tidak ada (tenaga ahli rilis) karena sudah ada teknologi AI,” ucapnya.
“Jadi sekarang tenaga administratif sudah tidak ada. Untuk itu SDM nya harus bisa berinovasi agar dapat bekerja di mana pun, termasuk di dunia pemerintahan,” pungkasnya. (Ads)