Putusan MK Tidak Memberikan Rasa Keadilan  

- Editor

Jumat, 13 Desember 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Johanes Tuba Helan. (ant)

Johanes Tuba Helan. (ant)

KUPANG.bipol.co- Pakar hukum administrasi negara dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Dr Johanes Tuba Helan SH. MHum mengatakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memberikan ruang bagi mantan narapidana koruptor ikut mencalonkan diri dalam pilkada adalah putusan yang tidak memberikan rasa keadilan.

“Putusan seperti ini tidak memberikan rasa keadilan, karena pilkada adalah mekanisme seleksi pejabat, dimana calon yang buruk dikesampingkan dan yang baik dipilih,” kata Johanes Tuba Helan, di Kupang, Kamis (12/12).

Dia mengemukakan pandangan itu, berkaitan dengan putusan MK yang membolehkan mantan napi koruptor mencalonkan diri sebagai kepala daerah.

Mahkamah Konstitusi (MK) menerima sebagian permohonan uji materi pasal pencalonan mantan narapidana sebagai kepala daerah yang termuat dalam Pasal 7 Ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.

UU tersebut tentang perubahan kedua atas Undang-undang nomor 1 tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-undang nomor 1 Tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan walikota menjadi Undang-undang.

Salah satu poin yang menjadi putusan MK adalah mantan narapidana dapat mencalonkan diri sebagai kepala daerah hanya apabila yang bersangkutan telah melewati jangka waktu 5 tahun setelah selesai menjalani pidana penjara.

Selanjutnya, seorang calon kepala daerah yang merupakan mantan narapidana harus mengumumkan latar belakang dirinya sebagai seorang mantan napi.

Mantan Kepala Ombudsman Perwakilan NTB-NTT itu menambahkan, pilkada adalah salah satu mekanisme untuk melakukan seleksi terhadap pejabat dan memilih figur yang baik.

“Maka pada tahap pencalonan harus diseleksi memang yakni mantan napi koruptor adalah yang buruk, maka harus dibuang,” kata Johanes Tuba Helan.

Dia mengatakan, bayangkan seorang mantan napi koruptor boleh menjadi calon, jika terpilih maka kepala daerah sebagai pejabat pembina kepegawaian adalah mantan napi koruptor.

“Bagaimana dia bisa membina pegawai negeri sipil sebagai bawahannya, kalau kepala daerahnya adalah mantan narapidana koruptor,” katanya dalam nada tanya.

Karena itu, putusan MK sebagai putusan yang tidak memberikan rasa keadilan, katanya. (ant)

Editor    Deden .GP

Berita Terkait

Penomena Kasus Guru Supriyani Tunggu Keadilan, Somasi Bupati Hingga Kepala Kejari Tuntut Bebas
Menkomdigi Nonaktifkan 11 Pegawai yang Terlibat Kasus Hukum
Wamen Komdigi Nezar Patria Dukung usut Tuntas Jaringan Judi Online
Tom Lembong Jadi Tersangka Karena Kebijakan, Pakar Hukum Pidana Nilai Kejaksaan Keliru
Diduga Hanya Gegara Beri Izin Tom Lembong Jadi Tersangka Kasus Korupsi Impor Gula
Bapenda dan Kejari Kota Bandung Panggil 20 Penunggak Pajak
Mahfud MD: Tragedi 1998 Salah Satu dari 12 Peristiwa Pelanggaran HAM Berat
Pengeroyokan Wartawan di Bogor, Ketua PWI Jabar Kutuk Keras Pelaku
Tag :

Berita Terkait

Rabu, 13 November 2024 - 07:53 WIB

Penomena Kasus Guru Supriyani Tunggu Keadilan, Somasi Bupati Hingga Kepala Kejari Tuntut Bebas

Senin, 4 November 2024 - 15:27 WIB

Menkomdigi Nonaktifkan 11 Pegawai yang Terlibat Kasus Hukum

Senin, 4 November 2024 - 14:58 WIB

Wamen Komdigi Nezar Patria Dukung usut Tuntas Jaringan Judi Online

Kamis, 31 Oktober 2024 - 14:26 WIB

Tom Lembong Jadi Tersangka Karena Kebijakan, Pakar Hukum Pidana Nilai Kejaksaan Keliru

Rabu, 30 Oktober 2024 - 13:13 WIB

Diduga Hanya Gegara Beri Izin Tom Lembong Jadi Tersangka Kasus Korupsi Impor Gula

Berita Terbaru

Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid Konferensi Pers di Kantor Kementerian Komdigi, Jakarta Pusat, Kamis (14/11/2024).

NASIONAL

Meutya Hafid Minta Platform Digital Perangi Judi Online

Sabtu, 16 Nov 2024 - 14:54 WIB