“Mengadili, menyatakan terdakwa Miftahul Ulum Pulungan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan beberapa tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut,” kata ketua majelis hakim Ni Made Sudani di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Putusan itu jauh di bawah tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang meminta agar Ulum divonis 9 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan selaku operator lapangan aktif suap dan gratifikasi untuk mantan Menpora Imam Nahrawi.
Hakim menyatakan hal yang memberatkan Ulum karena perbuatan yang dilakukannya tidak mendukung pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Sedangkan hal yang meringankannya sopan di persidangan, belum pernah dihukum, memiliki tanggungan keluarga, merasa salah, menyesali perbuatan dan berjanji tidak melakukan perbuatan, uangnya sebagian besar dinikmati orang lain dan sebagian kecil yang ia nikmati serta sudah meminta maaf.
Dalam dakwaan pertama, Miftahul Ulum bersama-sama dengan Imam Nahrawi dinilai terbukti menerima uang seluruhnya berjumlah Rp11,5 miliar dari Sekretaris Jenderal Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Ending Fuad Hamidy dan Bendahara Umum KONI Johnny E Awuy.
Tujuan pemberian suap itu adalah untuk mempercepat proses persetujuan dan pencairan Bantuan Dana Hibah yang diajukan oleh KONI Pusat kepada Kemenpora tahun kegiatan 2018.
Pada proposal pertama, KONI mengajukan proposal pengawasan dan pendampingan sejumlah Rp51,592 miliar. Untuk mempercepat pencairan dana hibah tersebut, Deputi IV Kemenpora Mulyana meminta Ending agar berkoordinasi dengan Miftahul Ulum terkait jumlah “fee” yang harus diberikan KONI Pusat kepada Kemenpora.
Sebagai realisasi kesepakatan tersebut, pada akhir Januari 2018 di kantor KONI Pusat, Ulum menerima sebagian “fee” sejumlah Rp500 juta dari Ending untuk Imam. Fee selanjutnya sejumlah Rp2 miliar diterima Ulum pada Maret 2018 dari Ending dalam 2 tas ransel hitam disaksikan Wakil Bendahara KONI Lina Nurhasanah dan supir Ending bernama Atam.
Pada 24 Mei 2018, KONI Pusat mendapat dana hibah sejumlah Rp30 miliar dari pengajuan Rp51,592 miliar. Dana hibah dicairkan secara bertahap yaitu tahap I sebesar 70 persen sejumlah Rp21 miliar pada 6 Juni 2018.
Selain itu, Deputi IV Kemenpora RI Mulyana juga menerima “fee” sejumlah Rp300 juta dari Ending dan Johny di ruang kerjanya di Kemenpora serta 1 unit mobil Toyota Fortuner seharga Rp489,8 juta dari Ending.
Atas penerimaan ‘fee” tersebut, pada 8 November 2018 dilakukan pencairan dana tahap II sebesar 30 persen yaitu sejumlah Rp9 miliar.
Kedua, terkait proposal dukungan KONI Pusat dalam pengawasan dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih atlet berprestasi tahun 2018 dengan usulan dana Rp21,062 miliar. Dalam rapat verifikasi Kemenpora disepakati dana hibah yang akan diberikan ke KONI adalah sejumlah Rp17,971 miliar.
Namun “fee” bagian imam dan Ulum belum sempat diserahkan Ending dan Johnny karena pada 18 Desember 2018 Ending dan Johnny diamankan petugas KPK karena telah memberikan jatah ‘fee” kepada Mulyana sejumlah Rp100 juta dan 1 ponsel Samsung Galaxy Note 9 dan kepada Adhi Purnomo serta Eko Triyanta sejumlah Rp215 juta.
Selanjutnya dalam dakwaan kedua, Ulum bersama-sama Imam Nahrawi didakwa menerima gratifikasi senilai total Rp8,648 miliar yang berasal dari sejumlah pihak.
Kedua, gratifikasi sebesar Rp4,948 miliar sebagai tambahan operasional Menpora RI dari Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) Program Indonesia Emas (Prima) Kemenpora 2015-2016 Lina Nur Hasanah.
Uang senilai total Rp4,948 miliar diberikan sebanyak 38 kali sejak 2015-2016 baik langsung diterima Ulum maupun melalui Sibli Nurjaman, Arief Susanto dan J Bambang yang digunakan antara lain untuk membayar tagihan kartu kredit Imam, perjalanan ke Melbourne, pembayaran tiket Masuk F1 rombongan Kemenpora pada 19-20 Maret 2016, membayar acara buka puasa, membayar tagihan pakaian Imam, hingga membayar tagihan kartu kredit Ulum.
Ketiga, penerimaan gratifikasi sejumlah Rp2 miliar sebagai pembayaran jasa desain Konsultan Arsitek Kantor Budipradono Architecs dari Lina Nurhasanah untuk merenovasi rumah pribadi Imam di Cipayung, Jakarta Timur, desain interior Hatice Boutique and Cafe di Kemang, desain asrama untuk santri, pendopo dan lapangan bulu tangkis di tanah seluas 3.022 meter persegi di Cipedak, Jagakarsa.
Keempat, gratifikasi sejumlah Rp1 miliar dari Edward Taufan Pandjaitan alias Ucok selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Program Satlak Prima 2016-2017. Uang diserahkan pada Agustus 2018 melalui bantuan pebulu tangkis Taufik Hidayat di rumah Taufik di Jalan Wijaya Kebayoran Baru.
Atas vonis tersebut, Ulum menyatakan menerima sedangkan JPU KPK menyatakan banding. (net)