Hal itu, menurut dia, menyebabkan negara tidak bisa menyelesaikan berbagai persoalan berulang, tidak hanya persoalan sosial, politik, ekonomi, tetapi juga kriminalitas seperti korupsi dan narkoba.
“Kejadian tersebut telah menguras energi bangsa, yang seharusnya telah menjadikan Indonesia sebagai kekuatan lima besar dunia,” kata Fahri dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (18/7).
Fahri menjelaskan kegamangan naratif antara lain adanya suatu kelompok yang ingin mereduksi Pancasila menjadi Tri Sila atau Eka Sila. Padahal, menurut dia, perdebatan itu sudah selesai dengan disahkannya versi akhir Pancasila sebagai falsafah negara dalam Pembukaan UUD 1945.
“Tapi masih ada kelompok yang ingin mereduksi atau menyinggung lagi Pancasila. Ini yang saya sebut sebagai kegalauan naratif,” ujarnya.
Mantan Wakil Ketua DPR RI itu mengatakan terkait kapasitas negara, terlihat sekali bahwa kapasitas negara semakin melemah, bahkan dikalahkan media sosial (medsos).
Hal itu, menurut dia, menyebabkan negara melakukan patroli untuk mengintip percakapan pribadi warganya di medsos maupun pribadi.
Fahri menjelaskan terkait kapasitas pemimpin, cara pandang masyarakat kepada pemimpinnya saat ini semakin memprihatinkan dan menyedihkan, bahkan diolok-olok, padahal mereka ibaratnya bukan manusia biasa, karena seorang pemimpin.
Partai Gelora Indonesia, menurut Fahri, akan mempelopori lahirnya digital demokrasi yang menghadirkan berbagai instrumen partai politik (parpol) secara digital, yang akan mudah diakses publik melalui ponsel maupun gadget lainnya.
“Baik menjadi tempat untuk perdebatan isu atau pikiran, merekrut anggota, mengakses informasi tentang partai politik dan calon pemimpinnya, termasuk mencari pemimpin,” katanya.
“Pandemi COVID-19 telah mempengaruhi demokrasi manual dan penggunaan digital mulai dilakukan sehingga diperkirakan cara negara mengambil keputusan secara manual, tidak akan temukan lagi di masa yang akan datang karena semua akan dilakukan secara digital sehingga tugas kepartaian juga perlu direformasi,” katanya. (net)