JAKARTA.bipol.co – Perjalanan Ciputra menjadi salah satu crazy rich Indonesia penuh onak dan duri. Singkat cerita, momentum penting dalam hidupnya hadir pada 1966 lalu. Ciputra memutuskan pensiun selepas Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) 23 Juli 1966.
Dikabarkan bahwa Ciputra sempat bangkut. Setahun setelah dia pensiun, kendala datang menghampiri Pembangunan Jaya dan perusahaan-perusahaan lain milik Ciputra yang bernaung di bawah grup Metropolitan Development ataupun grup Citra. “Sebenarnya sejak 1977 saya sudah punya firasat. Persoalan ekonomi di Thailand, Korea Selatan, dan beberapa negara Asia pasti akan menyambar Indonesia,” ucap Ciputra seperti tertulis pada biografinya, The Passion of My Life.
Sebelum gelap itu datang, hampir semua kinerja perusahaannya masih memiliki catatan positif. Walaupun sebagian perusahaan mempunyai utang dolar dalam jumlah besar kepada bank asing, namun proyek-proyeknya masih disambut hangat masyarakat.
Dilalah, perhitungan dan keyakinan Ciputra sempat meleset. Tatkala kekuataan rupiah saat itu cepat lesu terhadap dolar Amerika Serikat. Dari satu dolar hanya berkisar Rp 2.000, kemudian naik menjadi Rp 2.500. Maka celakalah perusahaan Indonesia yang memiliki utang dolar. Manajemen Grup Ciputra sempat panik karena perusahaan milik keluarga ini mempunyai uutang hampir $100 juta. Pada saat bersamaan dia juga harus memecat ribuan karyawan.
“Di kamar tidur, di meja makan, bahkan saat saya mandi dengan shower menyiram tubuh, saya berlinang air mata… Saya menangis tanpa saya sadar,” kata Ciputra. Kala itu, Ciputra bersama anak-anak dan para menantunya, juga manajemen Ciputra harus menghadapi tekanan bank, kontraktor, mandor, dan pemasok yang meminta supaya utang segera dilunasi. Sementara pendapatan menyusut.
Jatuh bangun itu sudah lama berlalu. Setelah sekian lama usaha Ciputra sudah bangkit dan besar. Bahkan tercatat dalam majalah Forbes edisi 2019, Ciputra dan keluarga mempunya harta senilai US$ 1,1 miliar (posisi 18 di Indonesia). Saat ini Ciputra lebih banyak menghabiskan waktu di sejumlah yayasan sosial dan pendidikan. Di perusahaan, Ciputra berperan sebagai mentor di generasi berikutnya.
Generasi ketiga ketiga Ciputra bernama Ciputra Harun bercerita soal masa sulit saat hendak bergabung di grup Ciputra, di mana tidak ada keistimewaan bagi Cucu Ciputra sekalipun. “Digaji pun dengan jumlah sama dengan staf lain. Kalau cucunya merasa keberatan pasti mereka enggak bergabung. Karena kami mau Grup Ciputra ini terus berlanjut dan last forever,” kata Harun. (ncbc)