BANDUNG, bipol.co – Sidang pembelaan kasus tindak pidana korupsi (tipikor) yang melibatkan Ali Nurudin (53), Direktur Utama Bank Jabar Banten Syariah (BJBS) Jabar, dan Andy Winarto (38), Direktur Utama PT.Hastuka Sarana Karya (PT.HSK), di PN Bandung, Rabu malam (10/7), berakhir sampai pukul 23.00 WIB. Tadinya pembelaan akan dibacakan oleh tim pembela Ali Nurudin, tapi sampai pukul 15.00 belum hadir, maka untuk pembelaan selanjutnya diserahkan kepada tim kuasa hukum Andy Winarto.
Sidang yang dipimpin Hakim Ketua, Asep Sumirat SH.,MH., ini berlangsung dari pukul 15.00. sampai pukul 23.00 WIB. Tim pembela Andy Winarto, yang terdiri atas DR. Kristian SH., MH., Ismadi SH., MH., dan Verdi SH., membacakan pembelaannya secara bergantian. Pembelaan setebal 1.700 halaman tersebut tidak dibacakan seluruhnya. Itu pun memakan waktu lama.
Pada intinya, tim penasehat hukum tidak sependapat dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU), bahwa Andy Winarto telah melakukan tindak pidana korupsi. Andi bukanlah pegawai negeri, dan tidak punya wewenang untuk melakukan tindak pidana korupsi.
Tim penasehat hukum mengutip dari berbagai sumber dan keterangan para saksi, serta para ahli yang telah diminta keterangannya di depan sidang serta dari sumber lainnya. Pada intinya, Andy Winarto tidak pernah melakukan tindak pidana sesuai dakwaan subsidair yang dituduhkan JPU. Karena tidak terbukti bersalah, maka Andy Winarto harus dibebaskan dari segala tuntutan hukum. Harus direhabilitasi nama baiknya sebagai pengusaha muda yang sukses di Jawa Barat.
Tidak Pernah Minta Pembiayaan
Menurut tim penasehat hukum, Andy Winarto selaku Direktur PT. HSK yang membangun Garut Super Blok (GBS) di Kabupaten Garut, tidak pernah memohon pembiayaan kepada Bank Jabar Banten Syariah. Pihak yang memohon pembiayaan kepada BJBS,kata penasehat hukum, adalah 161 pemilik kios di GBS. “Jadi kalau ada kemacetan angsuran kepada BJBS, bukanlah Andy Winarto selaku Dirut PT.HSK, yang harus bertanggung jawab, melainkan para pembeli kios itu sendiri,” jelasnya.
Di sini, kata penasehat hukum, pihak BJBS, kurang kehati-hatian dalam memberikan kredit kepada nasabahnya.
“Andy Winarto tidak ada sangkut pautnya dengan kredit macet, “ungkap penasehat hukum.
Untuk pembiayaan kredit kepada 161 orang pembeli di GSB tersebut, katanya, para pemilik kios di GSB telah mengajukan pembiayaan kepada BJBS. Untuk mencairkan kredit tersebut, tentu oleh pihak bank telah diseleksi, diteliti, dan disurvey terlebih dahulu, sehingga kalau ada kredit macet, adalah kekurang hati-hatian dan kecermatan pihak bank sendiri dalam memberikan kredit kepada nasabahnya.
Diakui tim penasehat hukum, BJBS bukanlah bank milik pemerintah, yang mendapatkan dana dari negara, tetapi merupakan bank swasta murni, menghimpun dana dari masyarakat. Untuk itu, ungkapnya, kerugian yang diakibatkan oleh para nasabahnya tidak bisa dikatagorikan sebagai tindak pidana korupsi. Tetapi merupakan kerugian BJBS sendiri. Pihak bank nantinya bisa mengajukan kasus ini secara perdata.
Begitu juga dengan Andy Winarto, yang pernah mengadakan perjanjian kerja sama dengan pihak BJBS, bilamana ada pelanggaran atau wanprestasi, bukan merupakan tindak pidana korupsi. Namun penyelesaian, harus melalui keperdataan.
Untuk itu, penasehat hukum tidak sependapat dengan JPU, bahwa Andy melakukan korupsi atau turut serta melakukan perbuatan korupsi. Karena tidak terbukti, ungkapnya, Andy harus dibebaskan dari segala dakwaan JPU.
Dijelaskan tim penasehat hukum, jaksa telah mengabaikan keterangan para saksi dan saksi ahli yang telah didengarkan di hadapan Majelis Hakim. JPU hanya meng-copy paste dari keterangan terdahulu, dan mengabaikan keterangan di persidangan.
Sidang Andy Winarto berakhir pukul 21.45.WIB, dilanjutkan dengan pembelaan dari tim kuasa hukum Ali Nurudin setebal 55 halaman.
Majelis Hakim di akhir sidang meminta agar terdakwa dan keluarganya berdoa, karena putusan ini, akan dibacakan pada Jumat besok pukul 13.00, setelah selesai sholat Jumat.**
Reporter: Wawan Hidayat
Editor: Hariyawan