SEORANG ibu datang ke rumah teman. Sambil menggendong anaknya dia menangis. Dia memohon-mohon meminta tolong, anaknya harus dioperasi. Anaknya terus mengeluakan busa dari mulutnya seperti keracunan. Anak enam tahun itu terus meraung kesakitan, karena penyakit hernia. Dari atas kemaluannya keluar benjolan besar seukuran kepal anak itu.
Teman saya agak kebingungan. Terlebih dia mau berangkat kerja. Ia kerja di salah satu perusahaan tekstil di Bandung dan harus berangkat pagi. Akhirnya ia pun menyuruh si ibu pergi ke rumah sakit sambil memberi uang untuk ongkos.
Dalam perjalanan menuju tempat kerja, teman itu menghubungi saya. Ia meminta tolong untuk anak yang menderita hernia itu. Karena saya bekerja di media, ia menilai saya punya akses untuk bisa mengobati Irfan, si anak itu. Ia mengajak pergi ke rumah si ibu untuk melihat kondisi Irfan. Lokasinya di Kampung Batununggal Desa Girimekar Kecamatan Cilengkrang Kabupaten Bandung.
Saya setuju. Sore harinya saya pergi ke rumah si ibu itu. Tapi si ibu dan anaknya tak ada di rumah. Sejak pagi belum pulang, kata tetangganya. Teman saya berpikir, mungkin mereka masih di rumah sakit. Kami pun ke rumah sakit di Ujung Berung.
Di rumah sakit Irfan masih tergeletak di ruang UGD. Hernianya harus dioperasi. Tapi ibu dan anaknya belum bisa bergerak apa-apa. Dia tak pegang uang dan menunggu teman saya itu. Dia hanya membawa surat keterangan tidak mampu alias SKTM.
Sementara ada obat yang harus ditebus, nilainya hampir Rp 300 ribu. Setelah dibayar teman, Irfan bisa masuk ruangan. Ia ditempatkan di ruang perawatan, sebelum dioperasi.
Namun besoknya operasi batal dilaksanakan. Tak ada yang menjamin siapa yang bertanggung jawab atas operasi tersebut, baik secara administrasi pembiayaan maupun dari faktor resiko. Saya dan teman tak ada ditempat. Irfan akhirnya dipulangkan, operasi ditunda. Katanya, SKTM tak bisa memberi jaminan seluruh biaya operasi.
Biaya operasi yang diperlukan waktu itu Rp 10 juta. SKTM tak bisa menanggung semua biaya. Paling hanya bisa mengcover kurang dari 50 persen. Harus dicari sekitar Rp 5 juta lagi. Saya berdiskusi dengan teman, bagaimana caranya agar bisa mengobati anak itu.
Kalau uang, sudah pasti tak bisa. Maka kami berpikir mencari akses pembiayaan kepada pemerintah untuk operasi itu.
***
SAYA berpikir keras mencari program yang bisa mengobati Irfan. Saya kontak sejumlah pejabat. Namun belum ada jawaban yang bisa memuaskan. Sampai akhirnya saya ingat Jabar Quick Respon (JQR), program sosial digembar-gemborkan dan dibangga-banggakan Gubernur Jabar HM Ridwan Kamil.
Secara konsep saya mengakui bagus. Menilai terobosan yang cerdas. Hati dan pikiran kecil saya menilai Ridwan Kamil punya pemikiran yang brilian, terkait Jabar Quick Respon ini.
Maka saya pun mencoba mengupaload aplikasi ini. Saya laporkan kasus Irfan tadi ke JQR. Sebelumnya saya sempat datang ke sekteriat JQR di Gedung Sate, tempat kantor Gubernur Jabar. Saya konsultasi untuk kasus Irfan.
Tim JQR menjelaskan, biasanya laporan akan ditanggapi dalam waktu 2-8 hari. Mereka juga menjelaskan ada 7 bidang yang ditangani JQR. Dan untuk kasus Irfan, mereka bilang bisa ditanggulangi. Mereka meminta untuk mengajukan pengaduan melalui aplikasi.
Saya pun memberi laporan. Pertama laporan pada 29 Juni 2019, nomor aduannya QR-20190629-0004.
Setelah delapan hari ada respon. Tim JQR menelpon mengkonfirmasi laporan. Tapi saya dinilai kurang persyaratan karena tak melampirkan KTP orang tua Irfan. Pengaduan saya ditutup dan mereka meminta membuat laporan baru.
Dua hari kemudian Saya melapor lagi. Kali ini mendapat nomor laporan QR-20190710-0001. Beberapa hari kemudian ada telpon lagi. Mereka menanyakan kenapa saya tidak menghubungi program yang ada di Kota Bandung. Saya katakan, ini kasusnya di Kabupaten Bandung, bukan Kota Bandung.
Penelpon JQR itu lalu berjanji akan melakukan survey dan verifikasi ke lokasi. Namun ia tak memberikan waktu kapan. Saya desak dan bertanya kembali kapan survei, jawabnya nanti ditelpon lagi.
Berhari-hari saya menunggu. Tapi telpon JQR itu tak bunyi-bunyi. Sampai akhirnya saya bertemu pentolan JQR, Hanif Muhamad dan Iqbal. Saat itu ada konprensi pers tentang jawaban atas tuduhan Gurka (Gerakan Untuk Ridwan Kamil) tentang kinerja Gubernur Ridwan Kamil hanya pencitraan dan mereka menarik dukungan kepada Gubernur Ridwan Kamil.
Hanif dan Iqbal berjanji akan survei esok hari. Saya mewanti-wanti. Saya katakan, mohon dibantu untuk anak ini. Mereka mengatakan, sudah dijadwalkan.
Akan tetapi, esoknya tak ada kabar apapun. Sore hari saya hubungi kembali melalui whatsapp. Jawabnya, “survey nya besok. Kalau tidak siang, sore.”
Sampai saat ini survey tak pernah datang. Saya putuskan untuk tak menghubungi kembali. Sudah berkali-kali janji, tapi tak pernah datang. Saya mulai ragu dengan program JQR. Apakah begitu tega atas nama pemerintah berjanji untuk rakyatnya dan tak kunjung datang?.Apakah JQR hanya pencitraan Gubernur Ridwan Kamil saja, tanpa kesungguhan bekerja untuk rakyatnya.
Pertanyaan besar saya sama ketika konprensi pers, seperti apa manajemen JQR dalam melayani rakyat Jabar yang jumlahnya lebih dari 40 juta. Jika hanya 300-an yang diselesaikan dari 60 ribu pengaduan yang masuk, saya menganggap manajemen JQR hanya untuk sekelas RW atau RT.
JQR seperti kehilangan orientasi, karena berbagai persoalan malah didistribusikan kepada dinas-dinas dengan dalih di luar kewenangannya. Lalu, jika janji-janji terus hal itu juga bukan kewenangan JQR?
Manajemen JQR harus lebih cerdas lagi. Tak cukup dengan laporan, lalu telpon. Dan menilai respon ditelpon itu sebagai solusi. JQR pun tak memberi solusi apa-apa bagi rakyat Jawa Barat. Buat apa JQR ada jika hanya untuk pencitraan Gubernur Ridwan Kamil saja, seperti yang dituduhkan Relawan Gurka.
Beruntung, BPJS Irfan diproses teman ‘malaikat’ saya tadi. Pengurusan dan iuran BPJS nya ditanggung teman saya. Kini Irfan sudah dioperasi dan sehat kembali.
Tulisan ini untuk mengkritik dan mengingatkan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan Pengelola JQR; jangan main-main dengan janji dan program kepada rakyatnya. Manajemen JQR harus dibenahi!**
Ude D Gunadi, wartawan senior dan Pemimpin redaksi bipol.co.