Selanjutnya, kata dia, optimalisasi pajak daerah sebesar Rp2,2 triliun dan penghapusan pembebasan cukai rokok pada Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Batam sebesar Rp900 miliar.
Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa penyelamatan keuangan daerah dari penagihan piutang pajak daerah yang terbesar merupakan kontribusi dari pemerintah daerah DKI Jakarta, yaitu sebesar Rp18,5 triliun.
“Piutang pajak tersebut terkait kewajiban Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBB-KB), Pajak Air Tanah (PAT), pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak parkir, dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB),” kata dia.
Kontribusi lainnya berasal dari sejumlah pemerintah daerah lainnya, yaitu Kabupaten Badung, Kalimantan Barat, Yogyakarta, Lombok Barat, Mataram, Sumbawa, Banggai, Poso, Tual, Bandar Lampung dan Pesawaran.
Kemudian aset berupa fasum dan fasos yang diserahkan perusahaan pemegang SIPPT kepada pemerintah Provinsi DKI Jakarta senilai Rp1,9 triliun dan aset berupa tanah milik PT KAI dan PT Agra Citra Kharisma (ACK) di Medan seluas 35.537 meter persegi senilai Rp500 miliar.
“Selebihnya adalah penyelamatan aset daerah berupa tanah dan bangunan pasar di sejumlah pemda seperti Kota Binjai, Bolaang Mongondow, Kepulauan Riau, dan Jambi,” ujar Diansyah.
Sedangkan, optimalisasi pajak daerah yang berhasil didorong KPK adalah peningkatan pajak asli daerah kabupaten/kota dari pemasangan alat rekam pajak (tapping machine device) untuk pajak hotel, hiburan, restoran, dan parkir dari sejumlah daerah sebesar Rp699 miliar.
Selanjutnya, optimalisasi penerimaan BPHTB dengan sistem Host-to-Host dan BPN dari Pemda Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat dan Papua sebesar Rp964 miliar dan intervensi KPK untuk optimalisasi penerimaan pajak dari jenis pajak tingkat provinsi seperti PKB, PBBKB, dan PAT dari enam provinsi senilai Rp538 miliar.
“Sementara, terkait penyelamatan keuangan dari penghapusan pembebasan cukai rokok pada KEK Batam senilai Rp900 miliar merupakan hasil kajian KPK. Salah satu rekomendasi KPK ditindaklanjuti oleh Kementerian Koordinator Perekonomian kepada Dirjen Bea Cukai untuk tidak lagi melayani permintaan pembebasan cukai rokok,” kata Febri.
Ia menyatakan optimalisasi penerimaan daerah (OPD) dan manajemen aset daerah merupakan dua fokus pendampingan KPK kepada 34 pemerintah provinsi termasuk di dalamnya 542 kabupaten/kota melalui fungsi Koordinasi dan Supervisi Pencegahan (Korsupgah).
Kegiatan OPD mencakup penggalian potensi penerimaan daerah, salah satunya yang bersumber dari pajak.
“Lima fokus lainnya adalah perencanaan dan penganggaran yang berbasis elektronik (e-planning dan e-budgeting), pelayanan terpatu satu pintu (PTSP), pengadaan barang dan jasa, peningkatan kapabilitas aparat pengawas intern pemerintah (APIP), manajemen ASN, dan pengelolaan dana desa,” tuturnya.
KPK, kata dia, terus berupaya menjalankan tugas penindakan dan pencegahan korupsi secara paralel dan terintegrasi.
“Jika korupsi belum terjadi, maka upaya pencegahan dapat dilakukan melalui berbagai cara, baik perubahan sistem ataupun melalui fungsi mekanisme pemicu mendorong penertiban aset dan kepatuhan, serta pendidikan antikorupsi,” kata dia.
Akan tetapi, ucap dia, jika tindak pidana telah terjadi, sebagai penegak hukum, KPK wajib menangani secara tegas.
“Oleh karena itu, semestinya semua penyelenggara negara menahan diri untuk tidak memperkaya diri sendiri dan mengingatkan bawahannya untuk menjalankan wewenangnya secara benar karena tanggung jawab pencegahan korupsi sesungguhnya juga diemban setiap pimpinan instansi,” ujar dia.
Penyelamatan keuangan daerah ini, kata Febri, merupakan kontribusi bersama KPK bersama jajaran pimpinan dan pegawai di instansi-instansi yang bekerja sama dalam pencegahan Korupsi. “KPK mengimbau agar upaya ini terus dilakukan di daerah-daerah tersebut dan juga daerah lain, termasuk juga instansi di pusat,” kata dia. (ant)