KABUPATEN BANDUNG, bipol.co – Sidang gugatan oleh warga masyarakat terhadap pemerintah, terkait penggusuran lahan untuk proyek tol, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Bale Bandung, Selasa (19/11).
Sidang dengan penggugat atas nama Ayi Sulaeman, dengan tergugat Kementerian PUPR, BPN, serta KJPP (Komisi Jasa Penilai Publik) serta turut tergugat BRI Kantor Cabang Setiabudi.
Ketua Majelis Hakim, Kukuh Kalinggo, mengatakan bahwa agenda gugatan hari ini untuk penyerahan kesimpulan dari para pihak.
“Hari ini agenda kita terima kesimpulan dari penggugat Ayi yang diwakili kuasa hukumnya, serta kesimpulan dari tergugat, yakni Kementerian PUPR, KJPP, BPN, serta turut tergugat BRI,” jelasnya, usai sidang di PN Bale Bandung.
Terkait materi gugatan secara keseluruhan, Hakim Ketua menyatakan bahwa materi pokoknya perbuatan melawan hukum.
Pantauan di ruang sidang, pihak KJPP tidak memberikan kesimpulan atas gugatan dari penggugat.
“Kesimpulan ini kami terima, seharusnya para pihak menyerahkan berkas kesimpulan karena ini akan dimasukkan ke dalam sistem elektronik pengadilan. Nanti saat putusan tidak ada KKN antara Hakim, pihak penggugat, dan tergugat. Ini bukti pengadilan bersih dan bukti pengadilan tidak main-main dalam perkara hukum,” papar Hakim Ketua, Kukuh.
Pihak tergugat, dari pihak Kementerian PUPR, yang diwakili oleh PPK Lahan, Martin, mengatakan bahwa gugatan warga atas nama Ayi Sulaeman ini, diluar masa sanggah konsinyasi selama 14 hari.
“Warga ini menilai diberi waktu 14 hari, dan mengajukan gugatan perdata terkait perbuatan melawan hukum,” jelasnya, usai persidangan.
Terkait tudingan penggugat, mengenai patokan harga, pihaknya mengikuti aturan sesuai UU.
“Patokan kami dari KJPP, di luar peraturan Mahkamah Agung (Per-MA), kami tidak tahu. Kami berpatokan kepada Per-MA. Untuk konsinyasi, penetapan dari Hakim PN Bale Bandung sudah keluar, ” jelasnya.
Untuk harga yang disetujui atas penggugat Ayi Sulaeman, Martin tidak mengetahui detail.
“Saya tidak hafal secara detail. Itu KJPP yang tahu,” jelasnya.
Pengacara Ayi Sulaeman, Tirta Sonjaya, S.H, M.H., mengatakan kliennya di sidang gugatan perbuatan melawan hukum, terkait penggusuran lahan untuk Tol Cisumdawu, karena merasa tidak diajak musyawarah dalam hal penentuan harga.
“Intinya, klien kami ini merasa dirugikan, lahan yang terkena tol itu lahan usaha yang menghidupi banyak orang. Karena ada tol, banyak yang kehilangan pekerjaan. Di lokasi tersebut ada percetakan yang mempekerjakan beberapa orang. Ada juga bengkel yang mempekerjakan beberapa montir,” jelasnya.
“Terkait sidang dengan agenda kesimpulan hari ini, kami berharap hakim bisa melihat kesimpulan dari kami, mengingat adanya kelalaian dalam proses apresiasi yang dialami oleh klien kami,” jelas Tirta.
Menanggapi perihal pihak KJPP (apraisal) yang tidak memberikan berkas kesimpulan, menurutnya, sangat disayangkan.
“Selaku tim aprasial, saya melihat hal ini sangat aneh karena seharusnya KJPP bisa memberikan kesimpulan terkait apraisal patokan bangunan dan tanah yang dilakukan dalam penggusuran proses lahan Tol Cisumdawu,” paparnya.
Terkait Kep. Bupati no 640/kep.427-dpupr/2018 Tanggal 31 juli 2018 sesuai nilai dan harga penggantian untuk bangunan, harusnya diperhatikan pihak PPK Lahan dan KJPP.
“Soal keputusan bupati juga diabaikan oleh KJPP. Harusnya jadi bahan taksiran harga. Wajar kalau klien kami meminta harga taksiran sesuai taksiran plafon bank,” jelasnya.
Dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim, Kukuh Kalinggo, dan dua Hakim Anggota; Radiantoro dan Susi Hamidah, serta Panitera Pengganti, Giri, akan dilanjutkan dua pekan depan, yakni 3 Desember 2019, dengan agenda putusan hakim atas gugatan yang diajukan.**
Reporter: Arief
Editor: Hariyawan