“Jadi apapun dalam aturan main kita, termasuk perpres yang berkaitan dengan KPK, itu kan ada tiga, satu yang mengatur dewas (dewan pengawas), satu yang mengatur mengenai organisasi karena ini berkaitan dengan UU yang baru, dan satu lagi mengenai perubahan mengenai ASN (Aparatur Sipil Negara),” kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung di Istana Kepresidenan Bogor, Jumat (27/12).
“Nah apapun yang dilakukan tidak mungkin bertentangan dengan UU itu, pengaturannya dalam perpres,” tambah Pramono.
Pramono juga menyatakan bahwa dalam perpres tersebut tidak ada itikad, niat atau apapun dari pemerintah yang ingin melemahkan KPK.
“Karena bagi pemerintahan ini dengan KPK yang kuat, yang diuntungkan siapa? Yang diuntungkan pemerintah. Karena pemerintahan Presiden Jokowi betul-betul menginginkan mengharapkan bisa bekerja dengan baik tapi juga persoalan penegakan terhadap antikorupsi itu tercerminkan,” ungkap Pramono.
“Karena masih dalam proses, tentunya segera diselesaikan. Sekarang dalam finalisasi, yang jelas dari Kemenkumham, Kemenpan RB sudah diajukan ke Presiden melalui Setneg dan Setkab, kami lagi finalisasi,” kata Pramono.
Dalam draf perpres mengenai organisasi dan tata kerja pimpinan dan organ pelaksana pimpinan KPK disebutkan bahwa Pimpinan KPK merupakan pejabat negara setingkat menteri yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden sebagai kepala negara (pasal 1).
Sedangkan UU no 19 tahun 2019 tentang Perubahan UU KPK menghilangkan kewenangan pimpinan KPK sebagai penyelidik, penyidik dan penuntut umum seperti dalam pasal 21 UU No 30 tahun 2001 tentang KPK. Artinya tindakan pimpinan akan berisiko pada tindakan-tindakan pro justicia dalam pelaksanaan tugas penindakan karena pimpinan KPK tidak bisa lagi menandatangani surat perintah penyelidikan, penyidikan atau berkas penuntutan.
Dewan Pengawas berdasarkan pasal 37 B punya 6 tugas yaitu Pasal 37B (1) mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK; (2) memberikan izin atau tidak memberikan izin penyadapan, penggeledahan, dan/atau penyitaan; (3) menyusun dan menetapkan kode etik pimpinan dan pegawai KPK; (4) menerima dan laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan dan pegawai KPK atau pelanggaran ketentuan dalam UU; (5) menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan dan pegawai KPK; dan (6) melakukan evaluasi kinerja pimpinan dan pegawai KPK secara berkala 1 kali dalam 1 tahun.
Sedangkan pegawai KPK berdasarkan perintah UU No 19 tahun 2019 adalah ASN. Pasal 69B ayat (1) berbunyi Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, penyelidik atau penyidik KPK yang belum berstatus sebagai pegawai ASN dalam jangka waktu paling lama 2 tahun sejak UU berlaku dapat diangkat sebagai pegawai ASN sepanjang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. (ant)