LONDON, bipol.co – Hakim Suzanne Goddard yang memimpin jalannya persidangan kasus Reynhard Sinaga di Inggris menyebut pria Indonesia itu tidak menunjukkan penyesalan sedikit pun. Polisi yang memeriksa Reynhard bahkan menyebutnya tidak punya empati dan simpati.
Seperti dilansir media Inggris, The Guardian dan Manchester Evening News, Selasa (7/1/2020), Reynhard (36) tampak menyeringai saat dihadirkan dalam persidangan di Pengadilan Manchester. Raut wajahnya tanpa emosi dan malah tampak bosan sepanjang vonis dibacakan hakim. Reynhard bahkan dilaporkan sempat menguap dan bermain-main dengan rambutnya yang sudah gondrong selama sidang digelar.
Hakim Goddard dalam putusannya menyebut Reynhard tampak tidak menunjukkan ‘sedikit pun penyesalan’ atas kasus yang menjeratnya.
“Anda seorang penjahat seksual berantai yang jahat yang mengincar pria-pria muda yang datang ke pusat kota karena ingin menghabiskan malam yang baik dengan teman-teman mereka,” sebutnya.
“Salah satu korban dalam pernyataan pribadi mereka menggambarkan Anda sebagai seorang monster. Skala dan dahsyatnya tindak kejahatan Anda menunjukkan bahwa gambaran itu akurat,” imbuh hakim Goddard.
“Jarang sekali pengadilan mengadili kasus pemerkosaan terhadap begitu banyak korban dalam periode waktu sangat lama,” ucapnya.
Dalam kasus ini, Reynhard dijerat 159 dakwaan kejahatan seksual, termasuk 136 dakwaan pemerkosaan, 8 dakwaan percobaan pemerkosaan, dan 14 dakwaan penyerangan seksual, terhadap 48 pria berbeda. Tindak kejahatan ini terjadi selama 2,5 tahun antara Januari 2015 hingga Juni 2017.
Reynhard mengaku tidak bersalah atas seluruh dakwaan itu dan berdalih bahwa korban-korbannya secara sadar berhubungan intim dengannya. Dia bahkan mengklaim para korbannya setuju untuk direkam dan bersedia ikut dalam permainan fantasi seks.
Jaksa menyebut klaim itu omong kosong dan juri persidangan sepakat dengan argumen jaksa. Hakim Goddard menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup, dengan masa hukuman minimum 30 tahun penjara pada Senin (6/1) waktu setempat.
Salah satu penyidik yang menginterogasi Reynhard selama berjam-jam menuturkan kepada Manchester Evening News bahwa pria Indonesia itu terobsesi pada dirinya sendiri, angkuh, dan suka berbohong.
“Dia seorang sosiopat. Dalam setiap interogasi, dia selalu menjawab ‘no comment’. Dia tidak menunjukkan penyesalan, tidak menunjukkan rasa bersalah, tidak punya empati, tidak menunjukkan simpati,” sebut salah satu penyidik yang tidak bisa disebut namanya.
“Dia kemayu, tingginya hanya 5 kaki 7 inch (sekitar 173 cm), perawakannya sedang, tidak terlihat mengancam,” imbuh penyidik tersebut.
“Dia memiliki pembawaan baik, terawat, berbicara dengan lembut. Jadi, jika Anda mencari stereotip seorang pemerkosa berantai, dia tidak cocok untuk profil itu, yang saya yakini telah membuatnya bisa melakukan begitu banyak tindak kejahatan dalam periode waktu sangat lama dan tanpa ketahuan,” tutur seorang penyidik senior dalam kasus ini, Inspektur Detektif Zed Ali.
Reynhard yang lahir di Jambi pada 19 Februari 1983 ini datang ke Inggris dengan visa mahasiswa sejak 2007 untuk kuliah. Dia pindah ke Manchester sebagai mahasiswa S2 jurusan Sosiologi pada University of Manchester, sebelum melanjutkan program PhD untuk Geografi Manusia di University of Leeds. Biaya kuliah dan biaya apartemen yang menjadi tempat tinggal Reynhard dilaporkan ditanggung oleh orangtuanya yang masih tinggal di Indonesia.
Saat ditangkap pada 2017, Reynhard sedang mengerjakan tesisnya yang berjudul ‘Sexuality and everyday transnationalisme in South Asian gay and bisexual men in Manchester’. Kepada temannya, Reynhard pernah menyatakan keinginan untuk tinggal di Inggris selama mungkin demi menghindari pulang ke Indonesia.*
Editor: Hariyawan