Nurhadi merupakan salah satu tersangka kasus suap dan gratifikasi terkait dengan perkara di MA pada 2011-2016.
“KPK memohon kepada Hakim Praperadilan untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara praperadilan ini dengan amar putusan menolak permohonan praperadilan yang diajukan tersangka NH dan kawan-kawan atau setidaknya menyatakan permohonan praperadilan tidak dapat diterima,” ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Senin (20/1).
“KPK meyakini proses penyelidikan dan penyidikan dilakukan secara sah berdasarkan hukum,” kata Ali.
Ali menyatakan putusan hakim itu akan menjadi ujian independensi bagi peradilan dalam memutus perkara secara adil dan transparan.
“Mengingat pemohon NH ditetapkan sebagai tersangka dalam jabatan sebagai Sekretaris Mahkamah Agung dan kuatnya stigma di masyarakat masih adanya mafia kasus dan mafia peradilan,” tuturnya.
“Harapannya, para pencari keadilan masih dapat merasakan secara nyata bahwa keadilan dapat ditemukan di ruang-ruang pengadilan,” ujar dia.
Dalam kesimpulan yang dibacakan pada Jumat (17/1), KPK berkesimpulan bahwa semua dalil-dalil yang dijadikan alasan para pemohon praperadilan adalah tidak benar dan keliru.
“Selama sidang praperadilan, KPK juga telah mengajukan bukti-bukti dan ahli yang memiliki kredibilitas di bidang hukum administrasi dan hukum pidana,” ucap Ali.
Dalam perkara ini, Nurhadi dan Rezky Herbiyono ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar terkait pengurusan sejumlah perkara di MA sedangkan Hiendra selaku Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.