“Kalau koruptor harus dibebaskan dengan alasan pencegahan penyebaran COVID-19, kurang tepat dan tidak mencerminkan rasa keadilan,” kata Johanes Tuba Helan di Kupang, Jumat (3/4).
Dia mengemukakan hal itu, berkaitan dengan rencana Kementerian Hukum dan HAM merevisi Peraturan Pemerintah (PP) nomor 19 Tahun 2012 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan Hak Warga binaan pemasyarakatan untuk mencegah penyebaran COVID-19 di lembaga pemasyarakatan.
Hal ini merupakan kelanjutan dari kebijakan Permenkumham nomor 10 tahun 2020 tentang syarat pemberian asimilasi dan hak integrasi bagi narapidana dan anak dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyebaran COVID-19. Dalam Permenkumham tersebut hanya narapidana kasus pidana umum saja yang bisa mendapatkan pelepasan.
Johanes Tuba Helan mengatakan, COVID-19 lebih berpotensi menyerang mereka yang berusia lanjut, apalagi yang berusia 60 tahun ke atas.
“Saya pikir COVID-19 lebih berpotensi menyerang mereka yang berusia lanjut, sehingga kurang tepat kalau mereka dibebaskan,” katanya.
Menurut dia, lebih bijaksana jika mereka ditempatkan di lapas khusus, supaya penanganannya lebih fokus jika terserang COVID- 19.
Sebelumnya, Menkumham menyampaikan usulan revisi tersebut saat rapat dengan Komisi III DPR RI. Dalam revisi tersebut, program asimilasi juga akan dilanjutkan untuk napi tindak pidana khusus (tipidsus), seperti korupsi dan narkotika guna mengurangi beban lapas dalam mencegah penyebaran virus corona.
Untuk narapidana kasus narkotika diusulkan bagi napi dengan masa pidana 5-10 tahun dan telah menjalani 2/3 masa pidananya sebanyak 15.442 orang, napi korupsi usia 60 tahun ke atas yang telah menjalani 2/3 masa pidana sebanyak 300 orang.
Selain itu, napi tipidsus dengan sakit kronis yang dinyatakan rumah sakit pemerintah yang telah menjalani 2/3 masa pidana yaitu 1.457 orang termasuk di dalamnya napi WNA sebanyak 53 orang, kata Yasonna melalui teleconference bersama Komisi III DPR, Rabu (1/4/2020). (net)