Ketua LPSK Hasto Atmojo mengatakan pihaknya akan melakukan tindakan proaktif dalam kasus ini, bekerja sama dengan pihak Kementerian Luar Negeri dan kepolisian, guna memberikan perlindungan kepada ABK WNI, mulai dari pemulangan ke Tanah Air hingga pendampingan proses hukum.
“Sebagai langkah awal, LPSK akan turut serta menjemput sejumlah ABK yang pulang ke Indonesia, besok, Jumat, (8/5) ke bandara” ujar Hasto dalam keterangan di Jakarta, Kamis (7/5).
Menurut Hasto, tragedi yang dialami oleh para ABK WNI di kapal China tersebut menunjukkan adanya indikasi TPPO.
Untuk itu, dia berharap agar kepolisian dapat menelusuri pihak atau perusahaan yang melakukan perekrutan dan menyalurkan para ABK ke kapal China itu, serta mengambil tindakan tegas bila terbukti adanya pelanggaran pidana.
Menurut catatan akhir tahun LPSK 2019, permohonan perlindungan untuk kasus TPPO menempati posisi empat besar setelah kasus kekerasan seksual anak, terorisme, dan pelanggaran HAM berat.
“Pada tahun 2018, permohonan perlindungan untuk kasus TPPO berjumlah 109, sedangkan pada tahun 2019 naik menjadi 162 permohonan. Sedangkan ihwal jumlah terlindung, pada 2018 terdapat 186 terlindung kasus TPPO, naik menjadi 318 terlindung pada tahun 2019” kata Edwin.
Umumnya, kata dia, para korban mengalami tindak penipuan dalam proses rekrutmen, pemalsuan identitas, jam kerja yang melebihi aturan, tindakan kekerasan dan penganiayaan, penyekapan, gaji yang tidak layak, hingga ancaman pembunuhan.