Dilihat di laman “setneg.go.id”, Kamis (16/7), sejumlah nama yang turut lolos seleksi kualifikasi, salah satunya Binsar Gultom, yakni hakim yang memvonis terdakwa kasus “kopi sianida” Jessica Kumala Wongso yang sempat menjadi perhatian publik.
Kemudian terlihat nama mantan Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai, anggota Ombudsman RI 2016-2020 Adrianus Eliasta Meliala, Ketua Ombudsman RI 2016-2021 Amzulian Rifai, dan anggota Kompolnas 2016-2020 Andrea Hynan Poeloenga.
Berdasarkan penelusuran terdapat beberapa calon Komisioner KY dari unsur hakim selain Binsar, muncul nama Ahmad Drajad (mantan hakim ad hoc), Bahrussam Yunus, M Taufiq H, dan Rodjai S Irawan (hakim Tipikor).
Binsar mengawali kedinasan sebagai staf pada Direktorat Pidana MA (1984) dan hakim pertama di Manatato Timor Timur (1995), kemudian dimutasi sebagai hakim di Pengadilan Negeri Dili Timor Timur (1998) yang saat ini memisahkan diri menjadi Negara Timor Leste.
Bahkan Binsar memiliki rekam jejak pernah menangani sidang kasus pelanggaran hak asasi manusia berat Timor Timur dan Tanjung Priok di Pengadilan HAM Ad Hoc Jakarta Pusat sejak 2001-2005.
Suami dari Sri Misgianti itu mampu menghadirkan Presiden RI ketiga BJ Habibie yang didatangkan dari Jerman, guna menjadi saksi fakta pada persidangan kasus HAM berat Timor Timur.
Ketua Pansel Anggota KY Maruarar Siahaan menyatakan 55 calon komisioner KY akan mengikuti uji publik secara virtual pada 20-21 Juli dan tes uji kompetensi untuk memilih 14 orang terbaik.
Selanjutnya, Pansel Anggota KY akan menyerahkan 14 nama calon kepada Presiden Jokowi yang akan dikirimkan kepada DPR RI, selanjutnya DPR memilih dan mengirim kembali tujuh nama komisioner untuk dilantik presiden.
Pegiat HAM yang juga advokat, Haris Azhar berpendapat, menjelang pemilihan anggota KY, dunia hukum Indonesia membutuhkan komisioner KY yang paham soal pengadilan dan hakim dalam sistem hukum di Indonesia.
Sementara, pengamat hukum Prof Gede Pantja Astawa mengatakan, panitia seleksi diharapkan paham betul fungsi dan tupoksi Komisi Yudisial. Ia menegaskan secara eksplisit di UU 1945, KY sebagai unit pendukung untuk memperkuat kedudukan kekuasaan kehakiman yang dipegang oleh MA.
Ia mengatakan, sebenarnya di internal MA masih ada pengawas yang bernama Ketua Muda Pengawasan dan Kepala Badan Pengawasan. Sementara KY merupakan fungsi pengawasan eksternal dan mengusulkan calon Hakim Agung ke DPR sesuai kebutuhan Hakim Agung di MA selaku pengguna.
“Mungkin tokoh yang concern di dunia peradilan, namun harus independen dan bukan politisi,” jelasnya.
Objek pengawasan KY adalah perilaku hakim yang menyimpang dan para hakim tersebut memahami ruang lingkup pengawasan selama dalam maupun di luar kedinasan, sehingga dibutuhkan komisioner KY berlatar belakang hakim didukung akademisi yang profesional. (net)