KAB BANDUNG, BOPOL.CO – Ketua DPRD Kabupaten Bandung H Sugianto mengatakan, APBD tahun anggaran 2022 ada penurunan PAD sampai Rp 57 miliar, sehingga otomatis belanja pun akan ditinjau ulang pada Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) Perubahan 2022. Selian itu akibat dampak inflasi dan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) beberapa hari lalu, akan berimbas pada perubahan pos anggaran.
Seperti diketahui saat ini DPRD Kabupaten Bandung, tengah membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Perubahan (RAPBD P) anggaran tahun 2022. Namun nampaknya ada beberapa pos anggaran yang bakal dipangkas seiring adanya penurunan pendapatan asli daerah (PAD), inflasi dan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) baru-baru ini.
“Kalau yang sumbernya APBD dan BLUD (Badan Layanan Umum Daerah) ada pengurangan belanja akibat penurunan pendapatan yang gede, yaitu dari dana transfer. Tapi dana transfer ini sifatnya spesifik grade, artinya sudah dituju, misalnya dari Jakartanya (pusat) untuk beli gelas ya beli gelas, sudah spesifik itu mah,” kata Ketua DPRD Kabupaten Bandung, H Sugianto, saat ditemui di Gedung DPRD Kabupaten Bandung, Soreang, Kamis (15/9/2022).
Menurut Sugianto, ada beberapa pengurangan anggaran dalam RAPBD Perubaban 2022. Yang paling besar pengurangan sesuai penurunan PAD, kata Sugianto, yaitu di blud pada Rumah Sakit Soreang. Angkanya mencapai sebesar Rp 46 miliar atau kurang lebih 6 atau 7 persen dari total APBD. Yaitu untuk biaya menaikkan status RSUD Soreang dari tipe C ke tipe B. Namun pengurangan itu tidak mengganggu belanja operasional seperti alat kesehatan (Alkes) RSUD Soreang, karena lebih cenderung kepada pemeliharaan.
“Kalau anggaran blud Itu kan mendapatkan sendiri dipakai sendiri, kebetulan dari perencanaan bludnya ini ada proyeksi yang berubah, tadinya kita akan menaikkan status rumah sakit ke tipe b, ternyata proyeksi itu meleset akhirnya tetap di tipe C, kalau pembelian Alkes tetap disesuaikan dengan kebutuhan, karena belanjanya dari blude sendiri, di rumah sakit sendiri. Pelayanan rutin, terus juga obat dan sebagainya itu sudah nggak ada masalah,” tutur politisi Golkar ini.
Kaitan berapa biaya peningkatan status rumah sakit, menurut Sugianto, kalau hitungan proyeksi tipe B maka ada konsekuensi dari pendapatan blud yang meningkat, itu kalau naik tipe, ternyata tidak jadi, otomatis pendapatan berkurang juga dan belanja akan dikurangi.
Kaitan pengaruhnya kenaikan BBM dan inflasi terhadap beberapa OPD Pemkab Bandung dan berimbas pada penurunan rencana anggagan perubahan. Menurut Sugianto, itu jelas ada, terutama dari belanja barang dan jasa atau belanja modal sehingga harus ada penyesuaian.
“Makanya kita sudah diberikan surat oleh pemerintah pusat melalui Kemendagri itu ada 2% untuk antisipasi inflasi daerah, itu dari rencana anggaran perubahan ini kita harus melakukan efisiensi 2% untuk antisipasi inflasi daerah,” imbuh Sugianto.
Sugianto juga menilai, atas kenaikan BBM sedikit banyak ada pengaruh terhadap proses APBDP 2022, namun tidak akan menghambat atau terlambat dalam penetapan RAPBD tersebut.
“Kalau waktu tidak akan terlambat, tapi untuk alokasi ini ada realokasi, ada pengalokasian ulang akibat dari adanya regulasi dari atas ya, itu saja pengaruhnya, kita akan penetapan RAPBD Perubahan itu lebih cepat, yaitu pada Kamis 29 September 2022, kita akan tetapkan,” ujarnya.
Sugianto juga mengakui, seiring adanya inflasi dan kenaikan harga BBM, bakal ada perubahan pada neraca kegiatan dalam RAPBD perubahan 2022. Namun bukan pada neraca umum.
“Hanya di program kegiatan perubahannya, jumlah total mah nggak berubah, Rp 5 trliun tidak berubah, hanya nanti di dalam rincian program yang tadinya misalkan untuk BTT Rp 10 miliar jadi ditambah Rp 15 miliar. Kemudian contoh untuk Bansos dari Rp 5 miliar jadi Rp 10 miliar, itu saja yang berubah, program kegiatan berubah, total anggarannya tidak berubah sebesar Rp 5 triliun,” terangnya.
Jadi, tutur Sugianto, program bukan dihapus, tapi direalokasi, ada program yang dikurangi, misalnya program itu 15 dikurangi jadi 12, 5. Kemudian ada beberpa belanja barang yang dievaluasi seperti perjalanan dinas, alat tulis kantor dan ditundanya pembelanjaan kendaraan.
Selain itu, dalam RAPBD Perubahan juga akan devaluasi kelebihannya prediksi tunjangan kinerja (tunkin).
“Bahwa PNS ini yang saya lihat itu tidak 100% menerima tunjangan kinerja. Tapi ada yang 90, 85, itu kan berkurang dan sisanya ini kita prediksi digunakan untuk menutupi kekurangan-kekurangan dari belanja pegawai,” kata Sugianto.
Sugianto juga menyampaikan, bahwa untuk pinjaman daerah Kabupaten Bandung tidak ada. “Kita tidak pinjaman daerah, selama ini tidak pernah terjadi di daerah, yang sebenarnya yang muncul di neraca pengalokasian kalau nanti oleh silpa tidak tertutup yang nilainya kurang lebih Rp 700 miliar di perubahan, proyeksinya Rp 450 dan realisasi bertambah Rp 220,” ungkap Sugiantao.
Dorong sektor pertanian dan infrastruktur
Akibat dampak kenaikan harga BBM dan angka inflasi, tutur Sugianto, inflasi Kabupaten Bandung sementara ini ada diangka 7% atau masih dibawah 10 %. Namun diharapkan, Kabupaten Bandung dengan program-program yang sudah dibuat, angka inflasi bisa dikurangi.
Untuk itu masalah yang harus didorong diantaranya di sektor pertanian dan infrastruktur.
“Infrastruktur Itu harus melibatkan masyarakat, dalam artian si pekerja lokal ini harus memberdayakan masyarakat sekitar (padat karya) dan nanti ada pendapatan, maka daya beli masyarakat pertumbuhanya naik,” ucapnya.
Infrastruktur, imbuh Sugianto, memang menjadi prioritas meski untuk APBD Perubahan sementara belum ada penetapan, namun sudah ada keberpihakan bagaimana mengurangi inflasi daerah.
Sementara untuk menurunkan angka inflasi, menurut Sugianto, selain infrastruktur, juga harus mendorong pertanian dan UMKM yang harus menjadi prioritas.
Dalam UMKM tersebut yaitu upaya memberdayakan para pelaku UMKM di pasar-pasar, baik pasar lokal atau pasar nasional. “Itu kita dorong di sana, ada penguat dengan program, seperti kalau buruh itu kan ada PSU, itu salah satunya untuk mendorong kemandirian para pekerja dan di UMKM itu juga ada. Selama ini saya lihat sudah berjalan,” ungkap Sugianto.
Sugiato mengatakan, dalam memberdayakan UMKM Kabupaten Bandung sudah dimulai sejak awal sebelum ada kenaikan BBM. Sudah ada langkah antisipasi pemerintah pusat. Namun disalurkan melalui lembaga vertikal yaitu oleh kepolisian dan TNI.
“Kebetulan di Kabupaten Bandung ini diambil oleh Makodim. Kalau yang saya lihat waktu bulan Februari-Maret itu kan melalui Makodim Kabupaten Bandung. Pemberdayaan ekonomi kebanyakan oleh UMKM, ini kan lebih kepada muatan lokal di daerah masing-masing, pasar lokal dan bukan pasar yang sifatnya ekspor,” katanya.(deddy)