BIPOL.CO, BANDUNG – MENJELANG Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 Pemerintah Kota Bandung melakukan deklarasi dan penandatangan pakta integritas. Dalam deklarasi itu Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung menyatakan sikap netralitasnya dalam Pemilihan Umum 2024.
Deklarasi netralitas Aparatur Sipil Negara ini digelar saat apel yang dilaksanakan di Plaza Balai Kota Bandung, Selasa 18 Juli 2023 dipimpin Pelaksana Harian Wali Kota Bandung, Ema Sumarna bersama seluruh pimpinan tinggi pratama, pejabat administrator dan pengawas serta seluruh pegawai.
Seluruh pegawai di lingkungan Pemkot Bandung secara bersama sama membacakan deklarasi untuk tetap menjaga netralitas sebagai ASN dalam pemilu 2024 mendatang. Selain deklarasi, penandatanganan pakta integritas juga dilakukan oleh ASN.
Plh Wali Kota Bandung, Ema Sumarna mengatakan di tahun politik menjaga netralitas bagi Aparatur Sipil Negara menjadi hal yang wajib dilakukan.
Sanksi ringan hingga berat, kata Ema, juga akan diberikan kepada ASN yang terlibat politik praktis jelang pesta demokrasi nanti.
“Kalau ada ASN yang melanggar ya kita tindak, ada undang-undangnya. Semuanya ikut mengawasi dan penegakan hukum adalah keniscayaan,” Kata Ema.
“Kita harus menjadi ASN yang profesional terutama untuk menyukseskan pesta demokrasi 2024 baik itu Pilpres, Pileg dan Pilkada serentak,” imbuhnya.
Ema juga terus mengingatkan kepada para ASN, selain menjaga netralitas jelang pemilu, ASN juga diminta untuk menggunakan sosial media dengan bijak dan juga tidak mudah menyebarkan berita yang belum jelas kebenarannya.
“Di era sekarang pengawas bisa dilakukan oleh siapapun, oleh pengawas, penyelenggara Pemilu dan oleh masyarakat. Apapun tindak tanduk kita pasti menjadi perhatian,” ujarnya.
ASN juga harus menjadi garda terdepan dalam menjaga keamanan dan kondusifitas Pemilu. Ia berharap ikrar yang telah diucapkan, dilaksanakan dan diwujudkan dalam perilaku seluruh ASN Pemkot Bandung.
“Kita bisa menjadi bagian dari yang bisa mengendalikan diri kita, dan mengedukasi lingkungan terdekat untuk suksesnya penyelenggaraan Pemilu,” katanya.
Berikut Ikrar Netralitas ASN Kota Bandung pada Pemilu dan Pilkada Serentak 2024:
1. Menjaga dan menegakkan prinsip netralitas pegawai ASN di instansi masing-masing dalam melaksanakan fungsi pelayanan publik baik sebelum, selama dan sesudah pelaksanaan Pemilu 2024;
2. Mengindari konflik kepentingan tidak melakukan praktek intimidasi dan kepada pegawai ASN dan seluruh elemen masyarakat serta tidak memihak kepada calon tertentu;
3. Menggunakan media sosial secara bijak dan tidak menyebarkan ujaran kebencian serta berita bohong;
4. Menolak politik uang dan segala segala jenis pemberian dalam bentuk apapun.
Diatur dalam UU
Azas netralitas ASN ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Netral bagi ASN berarti bahwa setiap pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh mana pun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.
Sebelumnya, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) menyelenggarakan webinar bertema Politik dan Netralitas ASN dalam Pemilu 2024 pada Senin (20/02). Webinar ini bertujuan untuk memberikan pengetahunan mengenai teknologi dan inovasi politik serta mengantisipasi pelanggaran netralitas ASN dalam Pemilu.
“Dimensi netralitas ASN dalam pelaksanaan pemilu, penyelenggaraan pelayanan publik, manajemen ASN serta pembuat keputusan/kebijakan haruslah netral,” ujar Asisten Deputi Penguatan Budaya Kerja SDM Aparatur Kementerian PANRB Damayani Tyastianti yang hadir mewakili Deputi SDMA dalam webinar tersebut, dilansir dari laman Menpan go.id.
Ketidaknetralan ASN berdampak pada terjadinya diskriminasi layanan, munculnya kesenjangan dalam lingkup ASN, adanya konflik atau benturan kepentingan, dan ASN menjadi tidak profesional. Pengawasan yang kuat disertai dengan penerapan sanksi menjadi kunci untuk memastikan netralitas aparatur sipil negara dalam pemilu.
Badan Pengawas Pemilihan Umum- Anggota Bawaslu Lolly Suhenty mengatakan ada kerawanan yang luar biasa soal netralitas aparatur sipil negara (ASN) dalam pilkada maupun pemilihan yang lalu. Hal itu, dikatakannya berdasarkan data yang dirilis Bawaslu yakni pada Pemilu 2019 terdapat 999 penanganan pelanggaran terkait netralitas ASN, kemudian 89 persen Bawaslu rekomendasikan ke KASN.
Kemudian, lanjut dia, saat Pilkada 2020, terdapat 1.536 penanganan pelanggaran netralitas ASN dan 91 persen Bawaslu rekomendasikan ke KASN”.
Artinya selama Pemilu 2019, sebanyak 89 persen dugaan pelanggaran hukum lainnya utamanya berkenaan dengan netralitas ASN terbukti. Juga, selama Pilkada 2020 sebanyak 91 persen terbukti penanganan pelanggaran Bawaslu, karena itu ada kerawanan yang luar biasa di netralitas ASN,” tegasnya saat membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pencegahan Pelanggaran Netralitas ASN pada Pemilu Serentak 2024 di Makassar, Kamis (20/7/2023) malam.
Padahal, kata dia, ada tiga undang-undang yang menegaskan ASN harus bersikap netral. Pertama, UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dalam pasal 2 menyatakan setiap pegawai ASN harus patuh pada asas netralitas dengan tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan tertentu.
Kemudian, dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juga terdapat pasal soal netralitas ASN. Lalu, dalam UU Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang pemilihan kepala daerah teradapat dua pasal yang mengatur tentang netralitas ASN yaitu pada Pasal 70 dan Pasal 71. Pasal 70 ayat (1) berbunyi dalam kampanye, pasangan calon dilarang melibatkan Aparatur Sipil Negara, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan anggota Tentara Nasional Indonesia. Pelanggaran atas ketentuan tersebut dikenakan sanksi pidana paling lama 6 (enam) bulan penjara dan denda paling banyak 6 juta sebagaimana disebutkan dalam Pasal 189.
Kemudian, Pasal 71 ayat (1) berbunyi pejabat negara, pejabat aparatur sipil negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu calon selama masa Kampanye. Pelanggaran atas ketentuan tersebut dikenakan sanksi pidana paling lama 6 (enam) bulan penjara dan denda paling banyak 6 juta sebagaimana disebutkan dalam Pasal 188.
“3 UU tersebut mengatur norma bahwa ASN harus netral. Tidak perlu bingung lagi, tiga undang-undang bicara soal ASN harus netral, apa yang boleh dan tidak boleh, juga ada dalan SKB lima lembaga,” tegasnya.
Untuk mencegah terjadinya pelanggaran netralitas ASN tersebut, kata Lolly, salah satu alat mitigasi yang akan segera diluncurkan menjelang kampanye yakni Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Netralitas ASN.
“IKP tematik salah satunya soal netralitas ASN akan segera diluncurkan menjelang tahapan kampanye dimulai, alat itu akan menjadi mitigasi risiko yang lebih detail dan lebih konkrit guna memudahkan kita semua mencegahnya,” ujarnya.
Netralitas birokrasi merupakan hal prinsipil yang harus diwujudkan dalam rangka mengembalikan peran birokrasi sabagai abdi negara dan masyarakat sebagai public servant. Dengan terwujudnya netralitas birokrasi akan semakin profesional dalam mendukung pelayanan dan pengabdian kepada masyarakat.(Adv.)
Editor: Deddy