“Fungsi monitoring kami laksanakan dengan melakukan studi, kajian, pengukuran, pengembangan, dan tindak lanjut. Sektor yang terkait langsung dengan kepentingan masyarakat banyak adalah sektor yang menjadi perhatian KPK, misal sektor kesehatan, sumber daya alam, dan pangan,” kata Ketua KPK Agus Rahardjo saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Selasa (17/12).
Pertama pada sektor kesehatan, ada dua kajian besar yang dilakukan, KPK yaitu kajian pengadaan alat kesehatan dan kajian jaminan kesehatan nasional (JKN).
“Dari kajian di sektor kesehatan ini, potensi kerugian keuangan negara yang dapat diselamatkan adalah Rp18,15 triliun,” ungkap Agus.
Terkait kajian pengadaan alat kesehatan, KPK mengungkapkan e-catalogue sebagai solusi belum optimal karena jumlah alat kesehatan dan penyedia relatif sedikit (penyedianya hanya ada 7 persen dan produknya hanya 35 persen).
“Selain itu, pengadaan barang dan Jasa secara konvensional untuk pengadaan alat kesehatan masih banyak (transaksi e-catalogue hanya 58 persen),” kata Agus.
Sementara soal JKN, KPK mendorong rumah sakit pemerintah dan swasta penyedia JKN seluruh Indonesia untuk menyampaikan rencana kebutuhan obat agar klaim obat pada JKN transparan dan akuntabel karena berpotensi menyelamatkan kerugian negara Rp18 triliun.
“Mendorong penyelesaian tunggakan iuran wajib dalam program JKN dengan mengeluarkan surat kepada sejumlah Pemda (19 Pemprov dan dua Pemkot) untuk tempo pembayaran 2004-2017, menyelamatkan Rp114 miliar,” kata Agus.
Selain itu, KPK melakukan “piloting” tiga wilayah, ditemukan empat dari enam rumah sakit tidak sesuai penetapan kelasnya, kajian ini berpotensi menyelamatkan uang negara sebesar Rp33 miliar dalam setahun.
Kedua, terkait fungsi monitoring pada sektor SDA, melalui Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNP-SDA) selama empat tahun terakhir, yaitu dari 2016-2019 terdapat potensi pendapatan dan penyelamatan keuangan negara sejumlah total Rp16,17 triliun.
“Dari aksi GNP-SDA ini menghasilkan peningkatan potensi penerimaan pajak batu bara di Kalimantan Timur di tahun 2019 (dari Dijten Pajak dan Ditjen Bea Cukai) senilai Rp400 miliar. Hal ini sebagai efek dari rekomendasi berupa mendorong revisi terkait dengan kewajiban pembayaran royalti batubara,” tuturnya.
Selanjutnya, kata dia, mendorong implementasi sistem informasi penatausahaan hasil hutan (SI-PUHH) di Direktorat Jenderal Pengelolaan Hasil Hutan dan Produksi Lestari (PHPL) KLHK sejak 2016 hingga 2018 menghasilkan peningkatan penerimaan negara bukan pajak dari hutan senilai Rp3,4 triliun.
“Mendorong Penerbitan 67.546 surat permintaan penyelesaian atas data
dan/atau keterangan (SP2DK) atas wajib pajak sektor kelapa sawit sejak tahun 2017 sehingga meningkatkan penerimaan pungutan pajak kelapa sawit hingga Rp11,9 triliun,” ungkap Agus.
Selain itu, menghentikan pemberian pembebasan bea masuk pajak dan cukai untuk barang konsumsi di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas serta perbaikan mekanisme pemberian insentif di kawasan bebas dan pelabuhan bebas dapat menambah potensi penerimaan pajak sebesar Rp457 miliar.
Terakhir soal pangan, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan lembaganya telah melakukan kajian terhadap komoditas pangan strategis, yakni bawang putih selama 2017.
Temuan KPK, kata Basaria, terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki, yaitu belum adanya desain kebijakan yang komprehensif dari Kementerian Pertanian dalam membangun swasembada komoditas bawang putih.
“Dukungan informasi atas lahan-lahan pertanian yang secara riil bisa dipergunakan dalam mewujudkan swasembada bawang putih belum optimal,” ucap Basaria.
Selanjutnya, kata dia, perbaikan pada spek pelaksanaan meliputi belum optimalnya peran pemerintah dalam mengevaluasi kewajaran kenaikan harga bawang putih di pasar dan pada aspek pengawasan, yaitu belum optimalnya pengawasan kementerian perdagangan terhadap distribusi penjualan bawang putih impor.
“Rekomendasi KPK dalam pembenahan tata niaga komoditas bawang putih adalah aspek perencanaan, yaitu membuat kesepakatan bersama antara kementerian terkait dan menurunkan ke dinas kabupaten terkait ke pemerintah untuk membuat pelaksanaan komitmen menyukseskan swasembada,” ungkap Basaria.
Selanjutnya, merekomendasikan Kementerian Pertanian membuat “grand design” menyeluruh tentang swasembada bawang putih dari produksi hingga pasca panen.
“Dalam tahap pelaksanaan adalah agar Kementerian Perdagangan menyusun acuan untuk menilai kelayakan harga komoditas bawang putih impor di tingkat konsumen melakukan revisi Permendag Nomor 20 tahun 2017 untuk memasukkan bawang putih sebagai daftar kebutuhan pokok yang wajib dilaporkan distribusinya dan melakukan post audit atas laporan stok distributor dari aspek pengawasan,” tuturnya. (ant)