SUKABUMI, bipol.co – Hakikatnya, tujuan dari UU Omnibus Law untuk mempermudah arus investasi yang dampaknya positif pada upaya untuk meningkatkan perekonomian bangsa. Dengan Omnibus Law, pemerintah melakukan penyederhanaan peraturan untuk mempercepat proses perizinan investasi, sehingga dapat mendorong pertumbuhan modal dan penyerapan tenaga kerja.
Demikian ringkasan hasil wawancara dengan sejumlah narasumber seputar UU Omnibus Law yang dihubungi secara terpisah pada Rabu (1/4/2020).
Narasumber dimaksud terdiri atas Ketua Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia, Khairul Mahalli; Dekan Fakultas Hukum Universitas Pakuan (Unpak) Bogor, Raden Muhammad Mihradi; dan Ketua LKNU (Lembaga Kesehatan NU) dan dan LKKNU (Lembaga Kesejahteran Keluarga NU), Drs. KH. Abbas Muin, Lc.
Khairul menyatakan, Omnibus Law bukan hanya menjadi permasalahan bagi kelompok pekerja, tetapi juga bagi kalangan pengusaha. Namun hal itu bukan berarti Omnibus Law harus ditolak.
Bagaimana pun, kata dia, inisiatif pemerintah dalam menyederhanakan regulasi harus diapresiasi oleh seluruh masyarakat Indonesia.
“Kami mengakui di kalangan pengusaha masih terjadi multitafsir pemahaman tentang hal ini. Pengusaha-pengusaha besar yang ada di Indonesia sebenarnya belum memahami Omnibus Law. Pemerintah pun sepertinya belum melakukan sosialisasi,” kata dia.
Sementara itu, suara akademisi Mihradi menyatakan, lahirnya RUU Ominbus Law dilatarbelakangi kegundahan Presiden RI, Joko Widodo, terhadap sistem perizinan yang tidak menarik investor seperti regulasi bertumpuk, birokrasi berbelit, dan antrean mengurus perizinan yang mengular.
Obesitas regulasi tersebut dapat menurunkan indeks kemudahan berbisnis atau EoDB (Ease of Doing Business/EoDB) yang menghambat pertumbuhan sektor swasta. Bank Dunia merilis, Indonesia menduduki peringkat ke 73 dari 190 negara dalam EoDB Index.
“Omnibus Law hadir menjadi terobosan untuk menjawab dua hal sekaligus, yaitu efisiensi hukum dan harmonisasi hukum. Pada prinsipnya, Omnibus Law adalah satu undang-undang yang mengatur beberapa kepentingan luas yang serupa,” ujar Dekan FH Unpak Bogor ini.
UU model Omnibus Law, lanjut dia, merupakan barang baru bagi Indonesia yang harus diterima masyarakat sebagai bentuk terobosan hukum untuk menjadikan masa depan Indonesia semakin maju. Pada Omnibus Law ada semangat memangkas birokrasi perizinan untuk membuat investor merasa nyaman.
Sayangnya, kata Mihradi, banyak materi dalam Omnibus Law yang disinggung seperti UU tentang Pers dan UU tentang Kesehatan yang sebenarnya tidak langsung berkenaan dengan investasi.
“Kami memberikan masukan kepada pemerintah hendaknya sosialisasi Omnibus Law dilakukan secara bertahap,” ujar dia.
Tahap pertama memberikan paradigma ke masyarakat bahwa Omnibus Law akan berkomitmen pada demokrasi. Ke dua, pemerintah pusat akan membuat komitmen pada pemerintah daerah. Ke tiga, pemerintah pusat dan daerah akan menjalankan komitmen pada penegakan hukum.
“Selanjutnya, pemerintah bisa mengeruskan tahapan perumusan pasal yang dilakukan secara teknis,” kata Mihradi.
Di tempat terpisah, Drs. KH. Abbas Muin, Lc., mengatakan apa pun bentuknya UU termasuk UU Omnibus Law fungsinya untuk melindungi dan memayungi masyarakat. Dengan Omnibus Law, pemerintah harus menyediakan lapangan pekerjaan untuk mengimbangi pertambahan penduduk.
“Pemerintah tidak menghindari semua itu karena harus menghidupi rakyatnya. Hal inilah yang harus dipahami semua pihak,” tuturnya. **
Reporter: Firdaus | Editor: Hariyawan