“Pemerintah berusaha menjaga agar tidak terjadi dampak di sektor ekonomi karena wabah COVID-19. Menjadi prioritas adalah bagaimana agar risiko krisis ekonomi itu tidak terjadi. Itu yang harus kita jaga,” kata Tenaga Ahli Utama Deputi III Kantor Staf Presiden, Edy Priyono dalam keterangannya di Jakarta, Senin (13/4).
Edy juga menyampaikan, pemerintah mengambil pelajaran berharga dari pengalaman beberapa krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1998 dan 2008.
Selain itu, lanjut Edy, pemerintah juga akan menjaga perekonomian dari sisi supply dan demand agar dampak negatif COVID-19 bisa diminimalkan. “Sebisa mungkin kita berupaya agar daya beli masyarakat tidak merosot terlalu besar dan dunia usaha masih bisa berjalan meskipun tentu saja tidak sama dengan kalau kondisinya normal,” papar Edy.
Di sisi lain, pemerintah juga akan menerbitkan surat utang Pandemic Bond atau “recovery bond” merupakan salah instrumen untuk memperkuat keuangan negara dalam jangka pendek.
Menurut Edy, recovery bond merupakan instrumen utang. Jadi kalau memang tidak diperlukan, pemerintah tentu tidak akan melakukannya.
“Kalaupun itu dilakukan, sifatnya hanya untuk jaga-jaga atau sebagai dana cadangan. Apakah efektif atau tidak, di atas kertas, penjualan bond akan meningkatkan penerimaan negara. Tapi ada risiko peningkatan inflasi dan yang namanya utang, pada saatnya harus dibayar. Itulah mengapa, sekali lagi, pemerintah akan sangat berhati-hati dalam hal ini,” ujarnya. (net)